DONGENG
MENJELANG TIDUR: BUDAYA BERTUTUR YANG KIAN MELUNTUR
Alamsari, M.Pd.
(SMP Negeri 1 Indralaya Utara)
Mereka
berkumpul lalu bertutur. Menceritakan legenda atawa dongeng kepada
anak-anaknya. Menjelang tidur—dalam keremangan malam para orang tua mengajarkan
norma atau nilai kehidupan melalui cerita sarat makna. Namun itu dulu! Dulu
sekali! Sekarang jarang ditemui. Di kampung apalagi di kota—semua seolah hanyut
dalam buaian kemajuan zaman yang membuat lena. Padahal mendongeng itu baik.
Banyak hal yang bisa dipelajari. Melalui dongeng anak-anak dapat belajar
karakter yang penting bagi kematangan pribadinya. Melalui dongeng anak-anak
diajarkan berpikir kreatif dan kritis. Melalui dongeng anak-anak menjadi suka
bercerita—pada akhirnya mereka akan suka membaca.
Perihal membaca—menjadi momok nyata pada
era serba canggih ini. Data BPS tahun 2015 menunjukkan 91% anak Indonesia lebih
suka menonton televisi dibandingkan membaca. Setali tiga uang, UNESCO mengatakan
bahwa dari seribu orang Indonesia hanya satu orang saja yang memiliki minat
membaca. Dalam riset yang dilakukan Center
for Social Marketing (CSM) juga diketahui bahwa orang Indonesia rata-rata
membaca 0 buku—jauh dari negara tetangga, seperti Thailand (5 buku), Singapura
(6 buku), atau Brunai (7 buku). Tak
heran kemampuan literasi anak Indonesia terbilang rendah dari negara tetangga.
Hasil PISA tahun 2015 menempatkan Indonesia pada posisi ke 64 dari 72 negara.
Mengapa demikian? Penyebabnya karena anak Indonesia tidak terbiasa membaca. Padahal
Membaca adalah kunci pembuka cakrawala. Melalui membaca ilmu pengetahuan akan
bertambah. Membaca juga melatih kecerdasan berpikir. Oleh karena itulah membaca
termasuk ke dalam literasi dasar yang musti dikuasai dan ditumbuhkan sejak dini.