Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Monday 26 September 2016

Membangun Negeri: Pedih Antara Teknologi Informasi dan Sesuap Nasi


Membangun Negeri:
Pedih Antara Teknologi Informasi dan Sesuap Nasi


Sebuah Gambaran: Inilah Kami yang Penuh Rintih

Saya Alamsari. Sudah hampir enam tahun saya bertugas di SMP Negeri 4 Rantau Panjang—sebuah sekolah kecil dengan tiga kelas—letaknya di ujung desa tepat di tengah kebun warga Kecamatan Rantau Panjang Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Sekolah kami hanya memiliki 60-an peserta didik saja. Hampir semua siswa kami adalah anak dari keluarga tidak mampu sehingga jangan heran, jika ada beberapa peserta didik kami yang masih belum punya televisi di rumahnya. Apalagi laptop atau hape android! Kedua benda ini masih begitu sangat jauh dari rumah mereka.
Bagi peserta didik kami, uang adalah benda yang sangat mahal karena memang sulit didapat. Orang tua mereka harus pontang panting kesana kemari bekerja demi mendapat sepeser rupiah. Tak jarang! Banyak peserta didik kami yang juga turut serta membantu orang tua mereka bekerja—untuk dapat bertahan hidup, tentunya! Bahkan beberapa diantara peserta didik kami, harus pula putus sekolah (tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya) karena mereka lebih memilih bekerja membantu orang tuanya.
Di sekolah—permasalahan ekonomi keluarga tentu sangat berdampak terhadap prestasi peserta didik kami. Ya! Bisa dibayangkan—daripada membeli buku yang harganya “wah” atau lebih baik uang yang ada digunakan untuk membeli beras agar bisa makan. Jadi! Jangan heran jika peserta didik kami tidak memiliki buku sama sekali. Hal itu tentunya menjadi permasalahan serius bagi kami. “Bagaimana peserta didik dapat pandai jika tidak membaca? Padahal buku adalah gerbang ilmu dan membaca adalah kuncinya”.

Saturday 24 September 2016

RAMAI-RAMAI "GP"

Tulisan ini dimuat di Harian Tribun Sumsel, Kamis/ 22 September 2016.
Ramai-Ramai “GP”

Oleh Alamsari, M.Pd.
(Guru SMPN 4 Rantau Panjang,
Pengurus MGMP SMP Bahasa Indonesia Ogan Ilir)

“Kemdikbud harus merancang strategi yang tepat untuk meningkatkan kualitas guru. Guru Pembelajar adalah salah satunya tetapi bukan sebagai satu-satunya alat peningkatan kualitas. Pelaksanaan Guru Pembelajar memiliki banyak masalah dan cenderung merampas hak dan semakin menyusahkan guru. ”

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) kembali melakukan terobosan baru. Kali ini, Kemdikbud telah resmi meluncurkan program Guru Pembelajar (GP). Program tersebut dilaksanakan secara masif dan massal bagi seluruh guru di Indonesia mulai bulan September—November. Ada tiga jenis GP yang dilakukan, yakni GP moda daring, GP moda kombinasi, dan GP moda tatap muka penuh. Kemdikbud mengklaim bahwa tujuan dilaksanakannya GP merupakan upaya untuk menjadikan guru memiliki kompetensi yang mumpuni di bidangnya baik profesional maupun pedagogik.
Sesuai namanya, “Guru Pembelajar”—tujuan utama dari program ini adalah agar guru menjadi insan yang senantiasa belajar. Pemikiran tersebut dilandasi konsep bahwa jika di sekolah guru senantiasa menyuruh siswa untuk belajar—maka gurunya pun juga harus belajar sama seperti siswa yang diajari tersebut. Pemikiran tersebut memang sungguh bagus, sebenarnya. Kita sepakat memang sebagai seorang guru, sebelum menyuruh siswa belajar—gurunya harus terlebih dahulu belajar. Belajar sepanjang hayat dimana saja dan kapan saja. Dengan belajar, guru akan semakin bertambah berkualitas di bidangnya. Saya sendiri sepakat dan mendukung penuh pelaksanaan program Guru Pembelajar ini. Akan tetapi sungguh sayang, diawal pelaksanaannya—Guru Pembelajar justru telah menuai banyak polemik yang alih-alih mampu meningkatkan kualitas guru—akan tetapi justru merenggut hak dan semakin menyusahkan guru itu sendiri.  

Tuesday 20 September 2016

PENDAMPINGAN KURIKULUM 2013 TAHUN 2016

Pendampingan Kurikulum 2013 tahun 2016 di Kabupaten Ogan Ilir dilaksanakan di enam sekolah cluster dengan masing-masing satu hingga dua sekolah imbas di tiap-tiap cluster. Pendampingan Kurikulum 2013 ini dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditentukan mulai bulan September hingga November 2016 mendatang. Dalam pelaksanaan pendampingan ini dilibatkan dua tim pendamping yang terdiri dari sepuluh orang dengan mapel berbeda di setiap tim. Saya sendiri masuk ke dalam tim satu yang menangani tiga sekolah cluster. Dalam pendampingan ini diterapkan pola IN-ON dengan tiga kali IN dan tiga kali ON.