Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Thursday 23 April 2015

LOMBA BEST PRACTICE GURU TAHUN 2015

BUAT GURU-GURU SMA DAN KEPALA SEKOLAH SMA, KEMDIKBUD P2TK DIKMEN KEMDIKBUD KEMBALI MENYELENGGARAKAN LOMBA PENULISAN BEST PRACTICE GURU DAN KEPALA SEKOLAH TAHUN 2015.
BERIKUT INFORMASINYA!


INFORMASI LANJUT SILAHKAN KLIK http://p2tkdikmen.kemdikbud.go.id/lomba-penulisan-best-practice/

NAH! TERKHUSUS BUAT GURU-GURU SMA DI WILAYAH SUMATERA SELATAN, BURUAN IKUTAN! TAHUN KEMARIN YANG BERHASIL MASUK FINALIS KE JAKARTA HANYA DUA ORANG! TAHUN INI HARUS LEBIH BANYAK LAGI YA! SUKSES YA! JAYALAH PENDIDIKAN INDONESIA. JAYALAH PENDIDIKAN SUMATERA SELATAN.

Sunday 12 April 2015

PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 TINGKAT SMA

SETELAH BERJUANG DALAM SELEKSI OSN TINGKAT KABUPATEN DAN PROVINSI, AKHIRNYA TERPILIH PESERTA TERBAIK YANG AKAN MEWAKILI PROVINSINYA MASING-MASING DALAM AJANG OSN NASIONAL TAHUN 2015. BERIKUT INI DAFTAR PESERTA OSN TINGKAT NASIONAL TAHUN 2015






Wednesday 8 April 2015

LOMBA ESAI KEBUDAYAAN KEMDIKBUD TAHUN 2015

BUAT SISWA SMA SEDERAJAT, KEMDIKBUD KEMBALI MENGADAKAN LOMBA PENULISAN ESAI KEBUDAYAAN TAHUN 2015. BERIKUT INFORMASINYA.

LOMBA ESAI SOSIAL BUDAYA NASIONAL 2015
“Bentangan Laut Ribuan Pulau: Inovasi Budaya Maritim Nusantara”
(1 April – 10  Mei 2015)

PENGANTAR
Laut sudah lama menjadi urat nadi ekonomi dan kebudayaan. Ia tak hanya menjadi jalur perdagangan, melainkan juga pertemuan dan silang budaya berbagai etnik dan bahasa, sehingga membentuk keragaman Indonesia. Luas laut Indonesia mencapai 3,2 juta kilometer persegi. Panjang pantainya lebih dari 95.000 kilometer—terpanjang kedua di dunia. Negeri ini juga memiliki lebih dari 17.000 pulau, menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar, dan diperkirakan lebih dari 60% penduduknya bermukim di pesisir. Sayangnya, sumber daya yang begitu besar itu sudah lama diabaikan. Sejarawan Hilmar Farid (2014), menyitir pernyataan Presiden Joko Widodo, menyebutnya sebagai “gerak memunggungi laut”. Laut dianggap sebagai masa lalu, sehingga perhatian lebih diarahkan kepada daratan. Begitulah sehingga kota-kota dibangun tidak dengan memuliakan jalur perairan.
Oleh karena itu, visi presiden untuk membangun Poros Maritim Dunia patut disambut antusias. Laut kembali mendapat perhatian. Gagasan itu bertumpu pada imaji konektivitas antarlaut dan pulau sebagai penopang utama sektor pembangunan. Di sinilah kita perlu menelaah kembali ihwal budaya maritim untuk membangkitkan inovasi dan kejayaan bangsa. Pertanyaannya, mampukah generasi muda menafsirkan budaya maritim untuk kejayaan bangsa? Apa saja persoalan yang membelit budaya maritim sehingga kurang berkembang? Inovasi dan strategi apa yang dapat dilakukan agar budaya maritim bangkit dan menjadi penyokong masa depan bangsa? Untuk menjawab berbagai soal itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengundang pelajar SMA/sederajat untuk menuangkan gagasan dalam Lomba Esai Sosial Budaya Nasional 2015 dengan tema: “Bentangan Laut Ribuan Pulau: Inovasi Budaya Maritim Nusantara”.
MEKANISME LOMBA
 A. Ketentuan Umum 
  1. Peserta adalah pelajar tingkat SMA/sederajat.
  2. Peserta tidak dipungut biaya.
  3. Untuk memberi kesempatan yang lebih luas, finalis lomba tahun 2013 dan 2014 tidak diperkenankan mengikuti lomba ini.
  4. Naskah esai merupakan karya perorangan dan belum pernah dipublikasikan.

GURU LATAH

Saya baru tahu bahwa secara psikolagis, manusia suka latah. Namun bukan latah seperti yang diidap mpok atiek itu loh! Latah di sini maksudnya melakukan sesuatu hanya karena ingin ikut-ikutan dikarenakan sesuatu tersebut sedang trand. Batu akik misalnya. Ketika batu akik booming, orang-orang berbondong-bondong ikut memburu batu akik. Kalau kita lihat, di jari mereka sudah terlingkar cincin batu akik. Tak heran pula, jika kadang kita temui orang yang di setiap jarinya ada cincin batu akiknya. Pemprov Sumsel, konon sedang dilanda latah. Kabar yang kubaca di koran, gubernur akan mewajibkan pegawainya memakai batu akik.
Sebenarnya latah dalam konteks tersebut tidaklah berbahaya asal dalam keaadaan wajar. Hal tersebut menjadi tidak wajar manakala orang-orang yang terkena latah tersebut berlebihan dalam tindakannya.
Latah rupanya juga melanda guru. Saya perhatikan hampir sebagian besar guru kita mudah terkena latah. Contoh sederhana yakni latah kurikulum. Ketika kurikulum baru diluncurkan, guru-guru langsung dengan lincah dan semangat menerapkannya. Mereka ramai-ramai menggunakan kurikulum baru hanya karena pemerintah mewajibkannya. Sedikit sekali di antara guru yang sadar mengapa dan apa alasan mereka menerapkannya. Mereka tak pernah berpikir kritis. Akibatnya, setiap kebijakan akan langsung diterima mentah-mentah tanpa adanya proses kajian kritis apakah kebijakan itu baik atau tidak dan atau sesuai atau tidak.
Contoh yang lebih kecil adalah hubungan antara guru dengan kepala sekolah atau atasan. Dalam hal negatif, guru yang latah biasanya hanya akan menurut jika atasan memerintahkannya. Mereka akan bersikap pasif dan tak reaktif tanpa pernah berpikir apa dan untuk apa atasan memerintahkannya? Dalam konteks pendidikan, latah justru sebaiknya dihindari oleh guru. Alasannya, latah dapat menyebabkan dampak buruk bagi kualitas pendidikan kita. Guru seharusnya menjadi kontrol kebijakan pemerintah. Artinya, setiap kebijakan yang dikeluarkan mustinya harus dicerna dan dikritisi terlebih dahulu oleh guru. Indikator sikap kritis guru tersebut adalah munculnya suatu pandangan yang logis dan diwujudkan dalam sikap atau tindakan yang tegas. Tak peduli apakah pro atau kontra--asal telah melalui proses transaksional ide tiada masalah.
Latah pada guru juga menunjukkan bagaimana jati guru itu sendiri. Setelah mengamati beberapa waktu lamanya, saya cukup berani menyimpulkan guru yang tak pernah berbeda pendapat dengan kebijakan atasan atau pemerintah adalah guru yang tak berkarakter. Guru yang tak berkarakter mengindikasikan guru tersebut tidak kreatif dan inovatif. Guru yang tidak kreatif dan inovatif hampir mungkin tidak akan pernah maju dalam bidangnya.

LOMBA SARANA BERKARYA

LOMBA SARANA BERKARYA"
Berbagai lomba telah bermunculan satu per satu. Mulai dari lomba cerpen, artikel, foto, hingga lomba karya tulis. Berbagai lomba tersebut sebenarnya dapat dijadikan sarana. Sarana apa? Ya! Sarana berkarya. Kita sadar! Dalam kegiatan berkarya, tentu membutuhkan dorongan yang besar. Salah satunya melalui lomba. Kita terpacu untuk mengikuti berbagai lomba tersebut. Memang pada akhirnya, motivasi kita adalah menang dan mendapat hadiah. Namun, itu tak usah kita harapkan. Menang atau kalah tiada masalah. Menang artinya perjuangan kita berbuah manis. Kalah bukan berarti sia-sia. Sebab, jika kita menengok ke belakang kita akan terperangah ternyata tanpa disadari telah banyak karya yang kita hasilkan. Saya sendiri mulai 2013 sampai 2014 telah puluhan kali mengikuti berbagai lomba. Ketika membuka file di komputer, ternyata dari berbagai lomba tersebut saya telah menghasilkan setidaknya satu buku kumpulan cerpen, puluhan puisi, satu novel anak, satu cerita bergambar, puluhan artikel, dan belasan karya tulis. Hingga Maret 2015 ini saya sudah menghasilkan 5 artikel dan 2 karya tulis. Bagaimana dengan Anda?
Yuk! Mari kita berkarya!

SAATNYA GURU BARU

TULISAN INI ADALAH TULISANKU YANG DIMUAT  DI TRIBUN SUMSEL TANGGAL 25 FEBRUARI 2015.

SAATNYA GURU BARU

Oleh Alamsari, M. Pd.
(Guru SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir)
(Wakil Ketua MGMP Bahasa Indonesia Kab. Ogan Ilir)



“Merosotnya kualitas pendidikan Indonesia tak terlepas dari kualitas guru itu sendiri. Harus diakui, begitu banyak masalah yang diderita guru kita. Masalah itu sudah sedemikian kompleksnya hingga membuat pendidikan menjadi kritis”


Guru adalah sosok yang digugu dan ditiru. Upayanya dalam mencerdaskan anak bangsa menjadikan guru sebagai tokoh sentral yang perlu mendapatkan perhatian khusus sebab di tangan gurulah keberhasilan pendidikan ditentukan. Guru yang berkualitas akan menghasilkan lulusan yang berkualitas pula. Lulusan yang berkualitas akan menjadikan pendidikan menjadi unggul. Namun kenyataannya, harus diakui guru kita telah “terlelap” dalam tidurnya hingga mereka lupa jika waktu telah berganti dan zaman semakin canggih. Akibatnya, masih kita temui banyak guru yang mengajar dengan pola lama, yakni mengajar seperti menuangkan air ke dalam gelas kosong. Tak hanya itu, banyak pula ditemui guru dengan sikap mental yang “lemah”. Mereka mudah menyerah dan malas berusaha. Jika demikian, wajar saja pendidikan Indonesia semakin tertinggal dibandingkan negara tetangga. Setidaknya, itulah yang ditunjukkan dari hasil studi Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2012 yang menempatkan pendidikan Indonesia terburuk kedua dari 65 negara. Sungguh ironis bukan?
Pakar pendidikan sepakat mengatakan jika ingin membenahi masalah pendidikan maka benahilah gurunya. Masalah yang diderita guru kita memang sudah sedemikian kompleksnya. Permasalahan itu bahkan sudah begitu kronis hingga menyebabkan pendidikan menjadi kritis. Jika didiamkan apalagi dalam jangka waktu lama—bukan mustahil kedepannya pendidikan kita akan semakin terpuruk saja. Apalagi mengingat tahun 2015 sebagai tahun Masyarakat Ekonomi Asean (MEE) dimana warga negara lain bebas menyerbu Indonesia dalam sektor apa saja maka sudah sepatutnya Revolusi Mental guru seperti yang pernah dicanangkan Mendikbud Anies Baswedan segera dilaksanakan.