Masihkah Kamu Mau Mubazir?
(Alamsari)
![]() |
Dokumen Pribadi |
Masih ingat nestapa kehidupan dulu. Saya
dibesarkan dalam keluarga dengan kondisi ekonomi lemah. Orang tua tidak
berpunya. Untuk makan saja susah. Tidak jarang, Emak harus berutang ke warung.
Makan sekali sehari sudah biasa bagi kami. Hanya makan nasi, ditaburi gula atau
garam. Sesekali pakai kerupuk atau kemplang.
Pernah tetangga depan rumah mengadakan
sedekah. Saya memanjat jendela, mengintip dari celah-celah—berdoa semoga Emak
pulang membawa ayam. Saya sangat ingin memakannya. Bagi kami, ayam adalah
makanan mewah. Suatu ketika saya melihat ada ayam di tanah. Saya mengambil ayam
itu, mencuci lalu menyantapnya. Tidak hanya ayam, saya juga pernah makan pempek,
bahkan buah pisang yang sudah dibuang ke tanah.
Saat libur sekolah, saya bersama kakak
pergi ke rumah Uwak. Di sana, kami mengais sampah di TPA. Tidak hanya kami—ada banyak
orang yang mencari rezeki di tumpukan sampah yang menggunung itu. Hal yang
paling menyenangkan adalah ketika kami mendapati banyak makanan sisa yang masih
layak makan. Ada roti, macroni, ciki, coklat, serta banyak makanan lain yang
belum pernah kami cicipi. Pernah, saya mengalami keracunan akibat makan coklat
yang ditemukan di tempat pembuangan sampah. Keringat mengucur dan perut serasa
mual. Untung saja, setelah muntah badan saya agak baikan.
Cerita saya adalah sekelumit dari banyak
kisah sedih di luar sana. Di banyak tempat, jamak terlihat orang yang rela
mengais makanan di sampah—untuk bertahan hidup. Miris memang! Di saat masih
banyak yang kelaparan—sebagian besar orang justru “berhura-hura”. Mereka dapat
makan apa saja—kalau kenyang tinggal buang ke sampah. Seolah membuta—tidak peka
dengan bunyi keroncongan dari perut-perut tubuh ceking di antara kita.
Masalah Sampah
Makanan di Indonesia
Sampah makanan menjadi
masalah pelik bagi kita. Tahukah kamu, setiap tahun terdapat 13 juta ton sampah
makanan di Indonesia. Jumlah tersebut setara dengan 500 kali berat monas; setara
dengan jumlah makanan untuk 28 juta orang; dan setara dengan nominal 27 triliun
rupiah. Coba bayangkan! Jumlah yang sangat besar bukan? Tidak mengherankan jika
Indonesia menjadi peringkat kedua negara penghasil sampah makanan terbesar di
dunia, setelah Arab Saudi.
Berdasarkan data dari
Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2018—rumah tangga menjadi penyumbang sampah
terbesar, yakni sebesar 62%; pasar traditional 13%; pusat perniagaan 7%; kantor
5%; fasilitas publik 3%; dan sisanya 6% berasal dari sumber lainnya. Penelitian
mengenai sampah makanan juga pernah dilakukan oleh Wulansari, dkk. Mereka
melakukan penelitian terkait sampah makanan dari warung makan yang terdapat di
Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitiannya, didapatkan bahwa dalam satu tahun warung
makan di Kabupaten Bogor menghasilkan sekitar 6.383 ton sampah makanan. Sekitar
70% sampah makanan tersebut didominasi oleh nasi sisa.
Di Indonesia—sampah makanan memang belum
menjadi isu penting. Masih dianggap remeh sebagai hal sepele. Siapapun dapat menyantap
makanan apapun yang mereka sukai. Mereka bebas makan sekenyang-kenyangnya. Namun,
satu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan—andaikan makanan tersebut tidak
habis, jangan pernah dibuang. Membuang makanan adalah perbuatan yang tidak
mencerminkan karakter Pancasila. Tengoklah di sekitar kita—masih banyak orang miskin
yang kelaparan. Bagi mereka, makanan adalah hal yang mewah. Sebagai manusia,
harusnya kita memiliki empati kepada sesama. Menempatkan diri pada posisi
mereka yang di bawah. Munculkan hati nurani. Jangan jadikan makananmu menjadi
sia-sia.
Gaya Hidup Minim Sampah Makanan
Perilaku membuang sampah makanan (food waste behaviour) memang menjadi masalah serius bagi kita. Kesadaran
akan pentingnya makanan bagi kehidupan masih sangat rendah. Bagi sebagian besar
orang—makanan masih dianggap sebagai menu pemenuhan kebutuhan perut—tidak banyak
yang memahami bahwa di balik hal tersebut terdapat esensi nilai atau norma yang
patut dijunjung. Nilai atau norma tersebut berkaitan dengan etika atau tanggung
jawab bahwasanya apapun makanan yang dimakan harus dapat dipertanggungjawabkan.
Ketika saya kecil, Emak selalu berkata “Habiskan nasimu. Jangan dibuang. Nanti dia
akan menangis.” Waktu itu saya hanya bertanya dalam hati, apakah benar nasi
bisa menangis? Apakah ini hanya sebuah dongeng? Saya belum paham maksud dari
perkataan Emak. Seiring waktu—barulah saya pahami bahwa apa yang Emak ucapkan
dulu memiliki maksud mulia. Habiskan makananmu atau jangan dimakan sama sekali
sebab ada banyak orang yang kelaparan di luar sana.
Perilaku membuang sampah makanan memang tidak sesuai dengan prinsip dasar kemanusiaan. Sayangnya, tidak banyak orang yang menyadari hal tersebut. Selain disebabkan oleh faktor lingkungan (sosiokultural)—perilaku membuang sampah juga erat kaitannya dengan kurangnya edukasi terhadap manfaat dan dampak sampah makanan tersebut. Untuk itu penting bagi kita menjadikan isu sampah makanan sebagai bagian sentral dalam kehidupan. Setiap individu wajib berpartisipasi aktif dalam mengurangi sampah makanan untuk kemaslahatan bersama.
Sebagai bagian dari upaya nyata, penting
bagi kita untuk memulai gaya hidup bebas sampah makanan.
Dimulai dari hal yang sederhana dan dimulai dari diri kita. Bagaimana caranya? Tentunya
dengan menerapkan pola 5M, yakni (1) memilih; (2) menolak; (3) mengurangi; (4)
memanfaatkan; dan (5) memberi.
MEMILIH: Pilihlah
makanan yang penting. Makanlah yang kamu butuhkan. Jika perlu tuliskan dalam
daftar menu makanan yang ingin dimakan sehari-hari. Jika berbelanja, jangan
mudah tergoda dengan sajian yang ada. Memang agak berat. Aroma mewangi dan
tampilan yang berwarna-warni serta bervariasi tentu sangat menggugah selera. Namun
kamu harus berani MENOLAK dengan
tegas. Tetap fokus pada makanan yang ingin dimakan. Selalu periksa daftar cek
belanjaan untuk memastikan tidak ada bahan atau makanan yang tidak perlu
dibeli.
MENGURANGI: Kamu harus
tahu kapasitas lambungmu. Seberapa banyak kamu harus makan. Jangan sampai
terbawa nafsu. Membeli makanan sebanyak-banyaknya—pada akhirnya tidak habis disantap.
Perut manusia ada batasnya. Alangkah baiknya jika kamu mulai membiasakan pola
hidup sehat. Mengisi perut dengan sepertiga makanan, sepertiga air, dan
sepertiga udara supaya bisa bernafas. Penting bagi kamu untuk mengurangi
takaran makanan yang dibeli. Belilah makanan secukupnya. Jika makanan sudah
habis, sedangkan kamu masih lapar—kamu masih bisa membelinya kembali.
MEMANFAATKAN: Jika terlanjur
membeli banyak makanan dan kamu tidak sanggup lagi menghabiskan—maka jangan
dibuang. Kamu bisa memanfaatkan makanan tersebut untuk banyak hal. Misalnya,
kamu bisa menyimpannya di kulkas untuk dipanaskan kembali esok hari. Kamu juga
bisa berkreasi menciptakan menu makanan baru dengan menggunakan makanan
yang tidak habis tersebut. Saat makanan
di piringmu tidak habis—kamu masih bisa memanfaatkannya untuk didaur ulang
menjadi pupuk kompos yang bermanfaat bagi lingkungan hidup sekitar.
MEMBERI: Hal yang
paling bijak adalah memberikan makanan yang tidak habis dimakan kepada orang
lain yang membutuhkan. Berbagi kepada sesama sangat dianjurkan. Namun, perlu
diingat makanan yang akan diberikan harus dalam kondisi yang layak. Utamakan makanan
yang belum tersentuh atau yang masih higienis. Jangan memberi makanan sisa dari
piring kamu. Jangan memberi makanan yang sudah digigit atau telah kamu remas. Jangan
memberi makanan yang rasanya tidak enak dan kamu sendiri tidak mau memakannya.
Berikanlah makanan yang baik.
Sebaik-baik makanan yang diberi adalah yang kamu sisihkan sebelum kamu
menyantapnya. Oleh karenanya, perlu kamu pikirkan. Sesaat kamu habis berbelanja,
hidangkan di atas meja. Sebelum mulai makan, pandang makanan itu menggunakan
mata hati. Tanyakan dalam sanubari, apakah kamu sanggup menghabiskannya? Jujurlah
pada diri sendiri! Jika tidak sanggup, bungkus kembali separuhnya lalu simpan
untuk kamu berikan kepada yang lebih membutuhkan. Membantu orang yang kelaparan
adalah perbuatan yang mulia. Melalui doa-doa mereka, Allah akan mencurahkan
rahmat serta keberkahannya kepada kita.
Sumber
Referensi:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/ECOTROPHIC/article/download/50900/33121
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/view/31024/pdf
https://bandungfoodsmartcity.org/lomba-blog-gaya-hidup-minim-sampah-makanan/
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!