Merdeka belajar sebagaimana diungkapkan oleh Menteri Pendidikan merupakan salah satu terobosan baru dalam upaya mengatasi rendahnya kualitas pendidikan. Hasil Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2018 menempatkan pendidikan Indonesia pada peringkat 72 dari 78 negara. PISA digunakan untuk mengevaluasi sistem pendidikan suatu negara dengan mengukur kinerja siswa dalam tiga bidang, yakni matematika, sains, dan literasi. Sebuah kondisi yang cukup memprihatinkan mengingat dari tahun ke tahun, hasil PISA Indonesia tidak kunjung memberikan hasil yang membaik. Padahal sebagai negara yang besar dan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, Indonesia seharusnya mampu bersaing dengan negara-negara di dunia, utamanya dengan negara tetangga. Berdasarkan hal tersebutlah, Mas Menteri Nadiem akhirnya mengeluarkan empat program pokok pendidikan dikenal dengan istilah merdeka belajar.
Kegiatan pembelajaran menjadi salah satu fokus pembenahan yang termaktub dalam istilah merdeka belajar tersebut. Selama ini kegiatan pembelajaran dianggap belum merdeka dan kenyataannya memang belum "merdeka". Contoh sederhana—banyak pembelajaran di kelas yang belum kreatif. Pembelajaran bersifat kaku—hanya sekedar transfer informasi dengan sedikit interaksi berarti. Guru-guru mengajar dengan gaya yang monoton tanpa ada aktivitas pembelajaran yang mengasyikkan. Guru mengajar tanpa kreatifitas—hanya mengejar penyampaian materi untuk mencapai indikator pencapaian kompetensi.
Ketika ditanya kepada siswa, apa arti sekolah bagimu? Mereka dengan lantang menjawab bahwa sekolah adalah tempat untuk belajar. Hanya tempat belajar. Padahal banyak hal yang bisa dilakukan di sekolah selain belajar. Sekolah dapat menjadi tempat bermain yang menyenangkan, tempat bersosialisasi dan berkomunikasi, tempat berinovasi dan berkreasi. Sekolah harusnya menjadi tempat yang nyaman selayaknya rumah kedua bagi anak dan bukannya justru menjadi tempat yang menakutkan. Harus jujur diakui—saat ini betapa banyak siswa yang lebih senang jika kelasnya kosong karena guru tidak hadir di sekolah. Mereka lebih senang jika hari libur tiba. Siswa lebih senang jika sekolah pulang cepat, dan lain sebagainya.
Merdeka belajar memang terlahir berawal dari hal sedemikian. Ruang-ruang kelas dianggap tidak hidup. Aktivitas pembelajaran belum memiliki ruh. Guru dan siswa hanya sekedar melaksanakan aktivitas seremonial dan rutinitas biasa tanpa bermakna. Ruh pembelajaran itulah yang sebenarnya menjadi kunci dari merdeka belajar. Lalu bagaimanakah upaya menciptakan iklim merdeka belajar tersebut? Setiap guru pada prinsipnya harus mampu merancang aktivitas merdeka belajar. Untuk itu, beberapa hal yang dapat dilakukan, yakni melakukan pengaturan kelas, penggunaan media atau metode, dan merancang aktivitas pembelajaran.