BUAT GURU-GURU SMA DAN KEPALA SEKOLAH SMA, KEMDIKBUD P2TK DIKMEN KEMDIKBUD KEMBALI MENYELENGGARAKAN LOMBA PENULISAN BEST PRACTICE GURU DAN KEPALA SEKOLAH TAHUN 2015.
BERIKUT INFORMASINYA!
INFORMASI LANJUT SILAHKAN KLIK http://p2tkdikmen.kemdikbud.go.id/lomba-penulisan-best-practice/
NAH! TERKHUSUS BUAT GURU-GURU SMA DI WILAYAH SUMATERA SELATAN, BURUAN IKUTAN! TAHUN KEMARIN YANG BERHASIL MASUK FINALIS KE JAKARTA HANYA DUA ORANG! TAHUN INI HARUS LEBIH BANYAK LAGI YA! SUKSES YA! JAYALAH PENDIDIKAN INDONESIA. JAYALAH PENDIDIKAN SUMATERA SELATAN.
Thursday, 23 April 2015
Sunday, 12 April 2015
PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 TINGKAT SMA
SETELAH BERJUANG DALAM SELEKSI OSN TINGKAT KABUPATEN DAN PROVINSI, AKHIRNYA TERPILIH PESERTA TERBAIK YANG AKAN MEWAKILI PROVINSINYA MASING-MASING DALAM AJANG OSN NASIONAL TAHUN 2015. BERIKUT INI DAFTAR PESERTA OSN TINGKAT NASIONAL TAHUN 2015
Wednesday, 8 April 2015
LOMBA ESAI KEBUDAYAAN KEMDIKBUD TAHUN 2015
BUAT SISWA SMA SEDERAJAT, KEMDIKBUD KEMBALI MENGADAKAN LOMBA PENULISAN ESAI KEBUDAYAAN TAHUN 2015. BERIKUT INFORMASINYA.
LOMBA ESAI SOSIAL BUDAYA NASIONAL 2015
LOMBA ESAI SOSIAL BUDAYA NASIONAL 2015
“Bentangan Laut Ribuan Pulau: Inovasi Budaya Maritim Nusantara”
(1 April – 10 Mei 2015)
PENGANTAR
Laut sudah lama menjadi urat nadi
ekonomi dan kebudayaan. Ia tak hanya menjadi jalur perdagangan,
melainkan juga pertemuan dan silang budaya berbagai etnik dan bahasa,
sehingga membentuk keragaman Indonesia. Luas laut Indonesia mencapai 3,2
juta kilometer persegi. Panjang pantainya lebih dari 95.000
kilometer—terpanjang kedua di dunia. Negeri ini juga memiliki lebih dari
17.000 pulau, menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar,
dan diperkirakan lebih dari 60% penduduknya bermukim di pesisir.
Sayangnya, sumber daya yang begitu besar itu sudah lama diabaikan.
Sejarawan Hilmar Farid (2014), menyitir pernyataan Presiden Joko Widodo,
menyebutnya sebagai “gerak memunggungi laut”. Laut dianggap sebagai
masa lalu, sehingga perhatian lebih diarahkan kepada daratan. Begitulah
sehingga kota-kota dibangun tidak dengan memuliakan jalur perairan.
Oleh karena itu, visi presiden untuk
membangun Poros Maritim Dunia patut disambut antusias. Laut kembali
mendapat perhatian. Gagasan itu bertumpu pada imaji konektivitas
antarlaut dan pulau sebagai penopang utama sektor pembangunan. Di
sinilah kita perlu menelaah kembali ihwal budaya maritim untuk
membangkitkan inovasi dan kejayaan bangsa. Pertanyaannya, mampukah
generasi muda menafsirkan budaya maritim untuk kejayaan bangsa? Apa saja
persoalan yang membelit budaya maritim sehingga kurang berkembang?
Inovasi dan strategi apa yang dapat dilakukan agar budaya maritim
bangkit dan menjadi penyokong masa depan bangsa? Untuk menjawab berbagai
soal itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mengundang pelajar SMA/sederajat untuk
menuangkan gagasan dalam Lomba Esai Sosial Budaya Nasional 2015 dengan
tema: “Bentangan Laut Ribuan Pulau: Inovasi Budaya Maritim Nusantara”.
MEKANISME LOMBA
A. Ketentuan Umum
- Peserta adalah pelajar tingkat SMA/sederajat.
- Peserta tidak dipungut biaya.
- Untuk memberi kesempatan yang lebih luas, finalis lomba tahun 2013 dan 2014 tidak diperkenankan mengikuti lomba ini.
- Naskah esai merupakan karya perorangan dan belum pernah dipublikasikan.
GURU LATAH
Saya baru tahu bahwa secara psikolagis, manusia suka latah. Namun bukan
latah seperti yang diidap mpok atiek itu loh! Latah di sini maksudnya
melakukan sesuatu hanya karena ingin ikut-ikutan dikarenakan sesuatu
tersebut sedang trand. Batu akik misalnya. Ketika batu akik booming,
orang-orang berbondong-bondong ikut memburu batu akik. Kalau kita lihat,
di jari mereka sudah terlingkar cincin batu akik. Tak heran pula, jika
kadang kita temui orang yang di setiap jarinya ada cincin batu akiknya.
Pemprov Sumsel, konon sedang dilanda latah. Kabar yang kubaca di koran,
gubernur akan mewajibkan pegawainya memakai batu akik.
Sebenarnya latah dalam konteks tersebut tidaklah berbahaya asal dalam keaadaan wajar. Hal tersebut menjadi tidak wajar manakala orang-orang yang terkena latah tersebut berlebihan dalam tindakannya.
Sebenarnya latah dalam konteks tersebut tidaklah berbahaya asal dalam keaadaan wajar. Hal tersebut menjadi tidak wajar manakala orang-orang yang terkena latah tersebut berlebihan dalam tindakannya.
Latah rupanya juga melanda guru. Saya perhatikan hampir sebagian besar
guru kita mudah terkena latah. Contoh sederhana yakni latah kurikulum.
Ketika kurikulum baru diluncurkan, guru-guru langsung dengan lincah dan
semangat menerapkannya. Mereka ramai-ramai menggunakan kurikulum baru
hanya karena pemerintah mewajibkannya. Sedikit sekali di antara guru
yang sadar mengapa dan apa alasan mereka menerapkannya. Mereka tak
pernah berpikir kritis. Akibatnya, setiap
kebijakan akan langsung diterima mentah-mentah tanpa adanya proses
kajian kritis apakah kebijakan itu baik atau tidak dan atau sesuai atau
tidak.
Contoh yang lebih kecil adalah hubungan antara guru dengan kepala sekolah atau atasan. Dalam hal negatif, guru yang latah biasanya hanya akan menurut jika atasan memerintahkannya. Mereka akan bersikap pasif dan tak reaktif tanpa pernah berpikir apa dan untuk apa atasan memerintahkannya? Dalam konteks pendidikan, latah justru sebaiknya dihindari oleh guru. Alasannya, latah dapat menyebabkan dampak buruk bagi kualitas pendidikan kita. Guru seharusnya menjadi kontrol kebijakan pemerintah. Artinya, setiap kebijakan yang dikeluarkan mustinya harus dicerna dan dikritisi terlebih dahulu oleh guru. Indikator sikap kritis guru tersebut adalah munculnya suatu pandangan yang logis dan diwujudkan dalam sikap atau tindakan yang tegas. Tak peduli apakah pro atau kontra--asal telah melalui proses transaksional ide tiada masalah.
Latah pada guru juga menunjukkan bagaimana jati guru itu sendiri. Setelah mengamati beberapa waktu lamanya, saya cukup berani menyimpulkan guru yang tak pernah berbeda pendapat dengan kebijakan atasan atau pemerintah adalah guru yang tak berkarakter. Guru yang tak berkarakter mengindikasikan guru tersebut tidak kreatif dan inovatif. Guru yang tidak kreatif dan inovatif hampir mungkin tidak akan pernah maju dalam bidangnya.
Contoh yang lebih kecil adalah hubungan antara guru dengan kepala sekolah atau atasan. Dalam hal negatif, guru yang latah biasanya hanya akan menurut jika atasan memerintahkannya. Mereka akan bersikap pasif dan tak reaktif tanpa pernah berpikir apa dan untuk apa atasan memerintahkannya? Dalam konteks pendidikan, latah justru sebaiknya dihindari oleh guru. Alasannya, latah dapat menyebabkan dampak buruk bagi kualitas pendidikan kita. Guru seharusnya menjadi kontrol kebijakan pemerintah. Artinya, setiap kebijakan yang dikeluarkan mustinya harus dicerna dan dikritisi terlebih dahulu oleh guru. Indikator sikap kritis guru tersebut adalah munculnya suatu pandangan yang logis dan diwujudkan dalam sikap atau tindakan yang tegas. Tak peduli apakah pro atau kontra--asal telah melalui proses transaksional ide tiada masalah.
Latah pada guru juga menunjukkan bagaimana jati guru itu sendiri. Setelah mengamati beberapa waktu lamanya, saya cukup berani menyimpulkan guru yang tak pernah berbeda pendapat dengan kebijakan atasan atau pemerintah adalah guru yang tak berkarakter. Guru yang tak berkarakter mengindikasikan guru tersebut tidak kreatif dan inovatif. Guru yang tidak kreatif dan inovatif hampir mungkin tidak akan pernah maju dalam bidangnya.
LOMBA SARANA BERKARYA
LOMBA SARANA BERKARYA"
Berbagai lomba telah bermunculan satu
per satu. Mulai dari lomba cerpen, artikel, foto, hingga lomba karya
tulis. Berbagai lomba tersebut sebenarnya dapat dijadikan sarana. Sarana
apa? Ya! Sarana berkarya. Kita sadar! Dalam kegiatan berkarya, tentu
membutuhkan dorongan yang besar. Salah satunya melalui lomba. Kita
terpacu untuk mengikuti berbagai lomba tersebut. Memang pada akhirnya,
motivasi kita adalah menang dan mendapat hadiah. Namun, itu tak usah kita
harapkan. Menang atau kalah tiada masalah. Menang artinya perjuangan
kita berbuah manis. Kalah bukan berarti sia-sia. Sebab, jika kita
menengok ke belakang kita akan terperangah ternyata tanpa disadari telah
banyak karya yang kita hasilkan. Saya sendiri mulai 2013 sampai 2014
telah puluhan kali mengikuti berbagai lomba. Ketika membuka file di
komputer, ternyata dari berbagai lomba tersebut saya telah menghasilkan
setidaknya satu buku kumpulan cerpen, puluhan puisi, satu novel anak,
satu cerita bergambar, puluhan artikel, dan belasan karya tulis. Hingga
Maret 2015 ini saya sudah menghasilkan 5 artikel dan 2 karya tulis.
Bagaimana dengan Anda?
Yuk! Mari kita berkarya!
Yuk! Mari kita berkarya!
SAATNYA GURU BARU
TULISAN INI ADALAH TULISANKU YANG DIMUAT DI TRIBUN SUMSEL TANGGAL 25 FEBRUARI 2015.
SAATNYA GURU BARU
Oleh Alamsari, M. Pd.
(Guru SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir)
(Wakil Ketua MGMP Bahasa Indonesia Kab. Ogan Ilir)
“Merosotnya
kualitas pendidikan Indonesia tak terlepas dari kualitas guru itu sendiri.
Harus diakui, begitu banyak masalah yang diderita guru kita. Masalah itu sudah
sedemikian kompleksnya hingga membuat pendidikan menjadi kritis”
Guru adalah
sosok yang digugu dan ditiru. Upayanya dalam mencerdaskan anak bangsa
menjadikan guru sebagai tokoh sentral yang perlu mendapatkan perhatian khusus
sebab di tangan gurulah keberhasilan pendidikan ditentukan. Guru yang
berkualitas akan menghasilkan lulusan yang berkualitas pula. Lulusan yang
berkualitas akan menjadikan pendidikan menjadi unggul. Namun kenyataannya,
harus diakui guru kita telah “terlelap” dalam tidurnya hingga mereka lupa jika
waktu telah berganti dan zaman semakin canggih. Akibatnya, masih kita temui banyak
guru yang mengajar dengan pola lama, yakni mengajar seperti menuangkan air ke
dalam gelas kosong. Tak hanya itu, banyak pula ditemui guru dengan sikap mental
yang “lemah”. Mereka mudah menyerah dan malas berusaha. Jika demikian, wajar
saja pendidikan Indonesia semakin tertinggal dibandingkan negara tetangga.
Setidaknya, itulah yang ditunjukkan dari hasil studi Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2012
yang menempatkan pendidikan Indonesia terburuk kedua dari 65 negara. Sungguh
ironis bukan?
Pakar pendidikan
sepakat mengatakan jika ingin membenahi masalah pendidikan maka benahilah
gurunya. Masalah yang diderita guru kita memang sudah sedemikian kompleksnya.
Permasalahan itu bahkan sudah begitu kronis hingga menyebabkan pendidikan menjadi
kritis. Jika didiamkan apalagi dalam jangka waktu lama—bukan mustahil
kedepannya pendidikan kita akan semakin terpuruk saja. Apalagi mengingat tahun
2015 sebagai tahun Masyarakat Ekonomi Asean (MEE) dimana warga negara lain
bebas menyerbu Indonesia dalam sektor apa saja maka sudah sepatutnya Revolusi Mental guru seperti yang pernah
dicanangkan Mendikbud Anies Baswedan segera dilaksanakan.
Subscribe to:
Posts (Atom)