Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Friday 20 January 2017

YANG TUMBUH BESAR LALU HANCUR


Selepas menamatkan S-1 tahun 2008, saya memutuskan pulang ke kampung halaman saya di Ngulak Sanga Desa Muba. Kebetulan saya mendapat kabar kalau di kampung kelahiran saya itu sedang dibangun sebuah SMK Negeri yang membutuhkan tenaga pengajar. Maka saya pun mencoba mengadu peruntungan dengan memasukkan lamaran sebagai guru honorer di sana. Dengan pakaian rapi dan berbekal selembar ijazah saya menemui kepala sekolah. Saya berikan surat lamaran kerja itu kepadanya dengan perbincangan sedikit saja. "Wah, putra daerah ya. IPK juga besar. Dari universitas negeri juga. Tapi sayang dek, adek terlambat memasukkan lamarannya. Kami sudah penuh gurunya. Padahal jurusan adek sesuai dengan ijazahnya. Di sini yang masuk banyak dari fakultas ekonomi, ada yang pertanian, pokoknya tidak sesuai jurusanlah. Maaf ya dek. Adek pulang saja. Adek tidak usah khawatir. Saya yakin, di tempat lain pasti akan banyak yang membutuhkan adek.". Saya hanya diam. Lalu permisi pulang. Dan hari itu juga saya memutuskan pulang kembali ke Palembang. 

Keesokan harinya, saya tiba-tiba mendapatkan telepon dari kakak tingkat saya. Beliau menawari saya untuk bekerja di sebuah sekolah yang ada di Ogan Komering Ilir. Tanpa pikir panjang, saya pun menerima tawaran tersebut. Dua hari berselang, saya pergi menuju lokasi yang dimaksud. Tempat yang selama ini masih asing bagi saya. Maka berangkatlah saya ke sana seorang diri. Tanpa kesulitan yang berarti, akhirnya saya tiba di sekolah yang dituju. Saya menghadap sang kepala sekolah. Karena sekolah itu baru saja berdiri dan memang mereka sedang membutuhkan guru Bahasa Indonesia, maka saya pun langsung diterima dan diberikan jadwal mengajar. Di sinilah kisah itu bermula.
Sekolah tempat saya mengajar adalah sekolah baru. Muridnya sekitar 45 orang. Sistem belajarnya fullday. Sekolah itu berbayar cukup mahal. Saya sendiri waktu itu bergaji sekitar
650 ribu. Namun tempat tinggal dan makan semuanya ditanggung gratis oleh pihak sekolah dengan catatan saya harus merangkap sebagai pembina asrama siswa. Selama di sekolah itu, ada banyak kenangan yang tak terlupakan. Guru-gurunya masih muda-muda dan begitu energik. Mereka begitu cerdas, kreatif, dan inovatif. Persaudaraan di antara guru begitu kuat. Mereka selalu bekerja sama dengan kompak dalam hal apapun terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan kualitas peserta didik. Pembelajaran di sekolah itu begitu mengasyikkan dan tidak membosankan. Pembentukan karakter jujur adalah yang nomor satu. Disiplin sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Suasana begitu agamis. Ada banyak kegiatan di sana. Setiap guru harus menjadi penanggung jawab atas satu kegiatan. 
Perjuangan keras para guru dan pihak sekolah untuk membangun sekolah mulai dari NOL perlahan membuahkan hasil. Dalam waktu dua tahun, sekolah kami mampu menjadi sekolah unggulan mengalahkan sekolah lainnya. Siswa kami selalu menang dalam kompetisi apapun. Tak heran, sekolah kami pada akhirnya semakin dikenal oleh masyarakat luas sebagai sekolah dengan kualitas nomor wahid. Dampaknya, setiap penerimaan siswa baru kami tak perlu lagi risau memikirkan apakah ada murid yang mendaftar atau tidak. Para orang tua berbondong-bondong mendaftarkan anaknya ke sekolah kami. Walaupun biaya mahal sekalipun tidak masalah bagi mereka. Karena daya tampung yang terbatas, kami mengadakan seleksi dalam penerimaan siswa tersebut. Seleksi terdiri dari tes tertulis dan wawancara. 
Ada banyak kisah kesuksesan sekolah itu yang tidak cukup saya tuliskan. Ada banyak kenangan lainnya yang tidak mampu saya goreskan. 
Tahun 2009 pembukaan CPNS dengan formasi besar-besaran di berbagai daerah termasuk wilayah Sumsel. Waktu itu saya disarankan untuk ikut tes CPNS di OKI saja dengan maksud seandainya nanti saya lulus, pihak sekolah akan langsung mengurus penempatan agar saya dapat ditempatkan di sana. Namun waktu itu saya menolak dan saya lebih memilih ikut tes CPNS di Ogan Ilir. Alasannya karena saya sudah terlanjur kecewa. Saya sudah tidak kerasan di sana. Dua tahun saya mengabdikan diri di sekolah tersebut, saya tak kunjung diangkat sebagai guru tetap yayasan. Alasannya sepele, yakni hanya karena saya melanjutkan strata dua. Logika berpikir si kepala sekolah, jika saya S-2 maka saya tidak bisa selalu ada di sekolah padahal guru tetap yayasan harus selalu hadir di sekolah setiap hari. Karena itulah saya tak dapat diangkat sebagai guru tetap yayasan walaupun saya telah dinyatakan lulus seleksi guru tetap yayasan. 
Akhir tahun 2009, saya mengundurkan diri sebagai guru di sana karena saya diterima sebagai CPNS di Ogan Ilir. Sebenarnya saya sedih meninggalkan sekolah itu. Sekolah itu telah memberikan saya banyak sekali pengalaman berharga. Bermula dari sanalah saya mendapatkan banyak sekali ilmu yang bermanfaat. 
KINI, Januari 2017 seorang teman yang pernah menggantikan saya mengajar Bahasa Indonesia di sekolah tempat saya mengajar tersebut memposting gambar yang didapatnya saat mengunjungi sekolah itu. Saya tercenung menatap satu demi satu foto yang ia posting. Sekolah tempat saya mengajar kini terlihat berbeda. Berantakan dan terkesan agak kumuh. Padahal dulu, waktu kami (saya beserta teman-teman saya satu tim) masih ada di sana, sekolah kami begitu terawat dan tertata rapi. Memang, semenjak saya berhenti dari sekolah tersebut, ternyata satu per satu guru-guru lainnya juga ikut berhenti. Guru-guru yang dulu begitu berkompetensi, kini sudah tidak ada lagi. Hingga akhirnya, hampir 80% guru yang mengajar di sana adalah guru baru. Tak hanya itu, kepala sekolahnya juga kepala sekolah baru. Alhasil, kurun waktu 2010 hingga 2016 ini, kualitas sekolah itu juga menurun. Dalam setiap kompetisi, sedikit sekali prestasi yang mampu dicapai peserta didiknya. 
Konon pula kabarnya, minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah itu juga menurun. Mereka lebih memilih memasukkan anaknya ke sekolah negeri. Segalanya berubah. Siswa yang berkualitas bersumber dari guru yang berkualitas pula. Akankah sekolah yang telah tumbuh besar menjadi hancur? Cukup banyak kisah sekolah-sekolah yang hancur akibat tidak mampu mempertahankan eksistensinya di tengah masyarakat. Untuk itu, perlu manajemen yang baik, agar kualitas sekolah terus dapat dipertahankan. 

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!