Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Saturday 6 April 2019

SAAT HUTAN-HUTAN LESTARI MULAI TERSISIH, APA YANG AKAN TERJADI?


SAAT HUTAN-HUTAN LESTARI MULAI TERSISIH,APA YANG AKAN TERJADI?

HILANG DALAM KELAM

Hutanku,
Bergumul dalam deru
Terseok penuh liku
Tercabik sungguh pilu

Hutan
ku,
Jadi rebutan orang
Dicengkram tangan penguasa
Digusur hingga lebur
Diremuk tanpa bentuk
Dilacur sampai hancur

Hutan
ku,
Berjuta asa
R
ajut hari tanpa daya
Diam membungkam
Hilang dalam kelam

(Alamsari)

“Jajaran pepohonan hijau lestari. Selayar dedaun menarik hati. Binatang hutan riang menari. Sunyi sepi damaikan diri”.

Apa yang kau pikirkan tentang hutan, kawan? Hutan adalah rumah bagi manusia. Ia membawa berjuta makna. Banyak manfaat yang didapat. Sejak awal bumi tercipta, hutan telah ada. Ia menyelimuti seluruh penjuru negeri. Menjadikan dunia hijau penuh aroma. Aroma kesegaran yang menenangkan jiwa. Manusia dengan akalnya diberikan amanah oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Memanfaatkan hutan sebaik-baiknya. Boleh saja mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Namun harus tetap mengacu pada batasan yang ada. Menjamin keberlangsungan hutan agar tetap lestari.

Menuju Pengelolaan Hutan Lestari
(Topik Forest Talk with Blogger Palembang)
Rumahku ada di ujung kota. Sekitar tahun 80-an, masih sedikit orang yang tinggal di sana. Tak heran, masih banyak hutan di sana. Banyak pepohonan hijau menyejukkan mata. Kala malam tiba, suara jangkrik riang bernyanyi. Kunang-kunang berpijar terbang menari. Kala malam gelap tiba, ribuan laron datang silih berganti. Masa kecilku dihabiskan dengan berpetualang. Menyusuri hutan, mencari burung. Mencari belalang, kupu-kupu, dan capung. Memetik buah jambu monyet yang tumbuh liar. Memanjat pohon dan bergelantungan di atasnya. Sungguh menyenangkan. Hari silih berganti. Pertambahan penduduk tak terhindari. Kebutuhan akan lahan semakin meningkat. Tempatku yang dulu asri, kini gersang sekali. Tak ada lagi jajaran pohon hijau. Semua telah berganti rupa menjadi rumah-rumah mewah. Tak ada lagi udara segar. Yang ada hanyalah kesesakan dan polusi udara. Dan kini jika ke Palembang, satu-satunya hutan yang masih tersisa adalah “Hutan Wisata Punti Kayu”. Dahulu, sewaktu masih SLTP, guruku pernah berkata “Indonesia adalah paru-paru dunia”. Sebagai paru-paru dunia, hutan telah memberi nafas bagi manusia. Tanpa hutan, manusia hanya akan mendapat bencana. Lalu bagaimana eksistensi hutan sekarang? Apakah Indonesia masih layak dijuluki paru-paru dunia?
(Para Pembicara dalam Forest Talk with Blogger)
Suatu waktu, aku mendapatkan kesempatan mengikuti acara “Forest Talk with Blogger”. Sebuah acara yang digagas oleh Yayasan Doktor Sjahrir (YDS) bekerjasama dengan Climate Reality Indonesia. Doktor Sjahrir sendiri adalah seorang aktivis, sekaligus ekonom dan politisi Indonesia. Acara yang bertajuk “Menuju Pengelolaan Hutan Lestari” itu digelar di Benteng Kuto Besak Teather dan diikuti oleh 45 orang blogger dari berbagai penjuru Sumatera Selatan khususnya Palembang. Dalam kesempatan itu pula, hadir beberapa narasumber yang sangat ahli di bidangnya, diantaranya Dr. Amanda Katili Niode (Manager Climate Reality Indonesia), Dr. Atiek Widayati (Tropenbos Indonesia), Murni Titi Resdiana (Kantor Utusan Khusus Presiden bidang Pengendalian Perubahan Iklim), dan Bapak Janudianto (APP Sinar Mas). Acara tersebut sangat bagus sekali. Sungguh menambah wawasan dan pengetahuan. Aku sangat bersyukur dapat mengikuti kegiatan tersebut.
“Tahun 2018, Indonesia mengalami 2481 bencana, 97% bencana hidrometeorologi, dan mengakibatkan 10 juta orang menderita dan mengungsi” (Dr. Amanda Katili Niode). Apa yang menyebabkan timbulnya bencana tersebut? Tak lain akibat ulah manusia itu sendiri. Aktivitas manusia yang berlebihan harus diakui telah memunculkan masalah baru bagi bumi. Pemanasan global adalah dampak yang paling dirasa. Bumi semakin sukar diprediksi. Suhu global meningkat. Terjadi cuaca ekstrem hampir di seluruh negeri. Samudra memanas dan es meleleh. Gejala rusaknya tatanan bumi telah nyata di hadapan mata. Harus diakui, setiap sektor industri adalah penyumbang dalam meningkatknya pemanasan global tersebut. Setidaknya ada enam sektor yang paling berpengaruh dalam meningkatkan pemanasan global tersebut, yakni sektor lahan kehutanan (61,6%), sektor energi (26,2%), sektor pertanian (8,2%), sektor limbah (3,2%), sektor industri (0,7%), dan sektor penerbangan (0,1%). Di satu sisi, keberadaan sektor tersebut sangat dibutuhkan oleh manusia. Namun di sisi lain, juga menimbulkan dampak yang buruk bagi kelestarian bumi. Lalu bagaimana seharusnya kita bersikap?
Harusnya dampak buruk yang ditimbulkan oleh sektor tersebut diimbangi pula dengan aksi nyata yang ramah lingkungan. Kita tahu minyak dan batu bara sebagai komoditi langka yang saat ini begitu mahal harganya. Harganya yang mahal itulah menjadikan eksploitasi bumi semakin tidak terkendali. Keberadaannya pun kini sudah semakin langka. Untuk itu diperlukan solusi untuk mengurangi pemanasan global tersebut. Salah satunya adalah dengan cara beralih dari penggunaan energi tak terbarukan menuju energi terbarukan. Di Pulau Sumba, misalnya pada tahun 2025 akan menggunakan 100% energi terbarukan. Energi kincir angin yang memanfaatkan tenaga dorongan angin untuk menciptakan daya listrik. Melalui perpaduan kearifan tradisonal dan kemajuan teknologi, setidaknya telah mampu mengurangi ketergantungan terhadap energi dari fosil bumi, seperti minyak dan batu bara. Manusia perlu pula mengalihkan pola makannya. Walau nampak sederhana, peralihan pola makan dari konsumsi daging menuju konsumsi sayur dan buah-buahan nyatanya diprediksi mampu menyelamatkan 8 juta hidup manusia di tahun 2050 mendatang. Selain itu, dapat pula menghemat biaya kesehatan dan kerusakan iklim hingga 1,5 triliun US dolar.
(Rusaknya Hutan Kalimantan)
(Sumber: https://www.mongabay.co.id/)
Narasi kerusakan bumi dan isu pemanasan global adalah masalah yang berkait dengan pengelolaan hutan. Mengapa hutan? Karena hutan adalah rumah besar bagi manusia. Hutan dan vegetasi di dalamnya mampu menyerap gas buangan karbon dioksida yang dihasilkan oleh manusia. Penyerapan tersebut sungguh masif dan hanya mampu efektif dilakukan oleh hutan. Indonesia patut bersyukur karena dianugrahi Tuhan dengan hutan yang sangat luas. Akan tetapi keberadaan hutan Indonesia kian mengenaskan. Data menyebutkan bahwa setiap tahun Indonesia kehilangan sekitar 684 ribu hektar hutan. “Penyumbang terbesar dari hilangnya hutan Indonesia adalah akibat deforestasi, degradasi, dan konversi hutan” (Dr. Atiek Widayati). Lalu apa itu deforestasi? Deforestasi adalah perubahan permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan akibat aktivitas manusia. Degradasi merupakan perusakan atau penurunan kualitas hutan. Sedangkan konversi adalah segala bentuk alih fungsi lahan hutan. Dalam skala besar konversi berbentuk alih fungsi hutan dari pepohonan menjadi hutan tanaman, misalnya kelapa sawit.
Suatu ketika saya pulang ke kampung halaman. Sudah hampir 20 tahun saya tidak mudik ke kampung. Di kampung, kami sudah tidak punya rumah. Ibu dan bapak saya sudah menetap di Palembang sejak lama. Tentu saja ajakan ibu untuk mudik ke kampung mengunjungi Wak yang ada di sana, saya sambut dengan antusias. Saat itu musim duku dan durian. Ibu saya pernah bercerita di kampung, wak masih punya kebun duku dan durian. Tentunya saya pikir dapat makan duku dan durian sepuasnya. Tetiba di kampung, kenyataan lain yang justru saya dapati. Konversi hutan dari pepohonan buah menjadi kelapa sawit telah terjadi. Warga kampung berlomba-lomba menanam kelapa sawit dan menebang pohon duku dan duriannya. Demi kepentingan ekonomi, mereka rela kehilangan warisan buah lokal khas Indonesia. Memang fenomena konversi ini tidak hanya terjadi di kampung saya. Hampir di semua daerah di Indonesia mengalami hal yang sama. Berbondong-bondong menanam kelapa sawit untuk dijual buahnya. Saat itu memang harga kelapa sawit sedang tinggi. Namun kini lihatlah akibatnya. Harga kelapa sawit turun drastis. Apalagi larangan impor sawit yang baru-baru ini diberlakukan oleh Uni Eropa semakin membuat harga sawit Indonesia kian anjlok. Jika benar-benar larangan itu diberlakukan maka habislah segala. “Bukannya untung didapat, melainkan buntung diraih. Hutan telah habis dibabat, kelapa sawit tak laku dibeli”.
Lalu apa akibatnya dari deforestasi, degradasi, dan konversi hutan tersebut? Akibat yang nyata dan langsung terasa adalah bencana kebakaran dan kabut asap. Masih ingat di tahun 2015 lalu, bencana kebakaran hutan dan kabut asap melanda Indonesia. Bahkan asapnya mengganggu hingga ke negara tetangga. Di tahun itu, setidaknya ada tujuh provinsi yang terkena bencana, yakni provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Papua. Khusus di Sumatera Selatan, provinsi dimana tempat saya tinggal—saya pun termasuk yang mengalami dampak kebakaran dan kabut asap tersebut. Bahkan saat berangkat kerja di pagi hari saya harus melambatkan motor pelan sekali. Hal itu dikarenakan jarak pandang sangat terbatas. Tak jarang, saya terpaksa memberhentikan laju kendaraan dan menepi. Mata saya perih dan rasanya tak sanggup menembus tebalnya kabut asap itu.  Tidak hanya kebakaran dan kabut asap, bencana lainnya adalah banjir dan tanah longsor. Bencana terbaru adalah banjir dan tanah longsor yang terjadi di Sulawesi Selatan. Dari hasil investigasi ternyata disebabkan oleh eksploitasi sumber daya hutan di hulu yang mengakibatkan rusaknya hutan.
(Salah Satu Galeri yang Memamerkan Kerajinan
yang Terbuat dari Kayu Sisa Panglong)
Lalu apa yang musti kita lakukan? Tidak ada cara lain, selain mengembalikan fungsi hutan sedia kala. Untuk itu diperlukan kolaborasi atau kerjasama antara pemerintah, organisasi sosial, dan sektor swasta. Pemerintah melalui pembuatan kebijakan, organsisasi sosial sebagai kontrol pelaksanaan kebijakan tersebut, dan sektor swasta selaku pengeksekuasi yang menerapkan kebijakan. Lalu bagaimana dengan masyarakat umum? Apakah hanya bisa bertopang dagu saja? Tentu saja tidak. Masyarakat justru dapat berperan aktif membantu dalam mengembalikan fungsi hutan sedia kala. Caranya adalah dengan mendukung pelestarian hutan dengan tidak menebang pohon serampangan. Cara lainnya adalah dengan mendukung hasil hutan bukan kayu. Ada yang menarik untuk hal yang satu ini. Dalam acara Forest Talk with Blogger, saya mendapatkan pengetahuan baru bahwa selain kayu, ada banyak hal yang dapat dimanfaatkan dari pohon, semisal daun, akar, bahkan buah. Setidaknya hal itulah yang disampaikan oleh Ibu Murni Titi Resdiana selaku Kantor Utusan Khusus Presiden bidang Pengendalian Perubahan Iklim. Ia bercerita bahwa di sebuah kampung, ia melihat masyarakat lokal di sana memanfaatkan kelapa untuk dibuat menjadi gula.
(Galeri Wong Kito Memperagakan Ecoprint)
Dalam hal lainnya, upaya mendukung produk bukan kayu dapat dilakukan pula dengan mengolah berbagai kerajinan dari bahan alami. Daun lontar, misalnya dapat dimanfaatkan untuk dibuat kerajinan tas dan dompet. Daun jati dapat dijadikan sebagai pewarna kain alami atau pewarna minuman. Serat bambu dan pelepah pisang dapat diolah menjadi anyaman tikar. Dalam kesempatan sesi kunjung pameran, dipamerkan bagimana pemanfaatan produk ramah lingkungan tersebut sebagai komoditi bernilai jual tinggi. Salah satunya oleh Galeri Wong Kito. Galeri yang bergerak di bidang usaha fashion ini memamerkan berbagai kain dengan motif beragam dengan warna yang menarik. Saya dan teman-teman berkesempatan secara langsung melihat bagaimana proses pewarnaan dengan menggunakan bahan alami. Dengan beberapa helai daun jati yang telah direndam dengan air tawas, mampu menciptakan motif dan warna yang sangat menarik. Bahkan fashion yang dihasilkan oleh Galeri Wong Kito ini telah merambah pasar internasional. Luar biasa bukan! “Dari hal yang sederhana dan selama ini dianggap sebelah mata, jika dimanfaatkan dengan baik justru dapat menjadi potensi yang luar biasa”.

Desa Makmur Peduli Api
(Penyampaian Materi DPMA oleh Bapak Janudianto)
Dalam kesempatan Forest Talk with Blogger hadir pula pembicara dari APP Sinar Mas, yakni Bapak Janudianto. Satu hal yang menarik dari apa yang disampaikan oleh pembicara tersebut adalah adanya Desa Makmur Peduli Api (DPMA). Terus terang baru kali ini aku mendengar istilah itu. Lalu seperti apa rupa desa tersebut? Desa Makmur peduli api merupakan program desa binaan oleh APP Sinar Mas yang pada intinya bertujuan untuk mendukung pengelolaan hutan lestari yang baik dan bertanggung jawab. Apa yang sebenarnya mendasari pemikiran tersebut? Setidaknya ada lima hal yang menjadi konteks dilaksanakannya program Desa Makmur Peduli Api tersebut, yakni adanya perambahan dan pembakaran lahan; monokultur ketersediaan sumber pangan di sekitar hutan; adanya masyarakat miskin di sekitar tanah konsesi; adanya ragam praktek usaha tani namun produktivitas rendah; dan banyaknya dusun yang tersebar di sekitar hutan. Dalam pelaksanaan DPMA tersebut, ada empat pilar yang menjadi inti program, yakni Pencegahan (melalui tata kelola air dan menciptakan masyarakat peduli api); Persiapan (Menciptakan sistim komando bencana, pemetaan jalur patrol, dan mengadakan regu pemadam kebakaran); Deteksi Dini (Melalui deteksi wilayah kebakaran, citra thermal, dan pemantauan dari ketinggian); dan Respon Cepat (Melakukan pemadaman kebakaran oleh regu pemadam kebakaran dibantu helikopter pemadam api).
                Keberadaan Desa Makmur Peduli Api ini tersebar di lima provinsi, yakni Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Lalu apa saja kriteria desa sasarannya? Dalam melakukan kemitraan, APP Sinar Mas menerapkan tiga kriteria, yakni (1) Desa yang berada dalam konsesi atau di luar konsesi berjarak paling jauh tiga kilometer; (2) Masyarakat desa tersebut memiliki interaksi yang erat dengan sumber daya hutan; (3) Pernah terjadi kebakaran hutan dan lahan di desa tersebut dalam tiga tahun terakhir, pembalakan liar, dan perambahan hutan. Nantinya, kepada desa yang bermitra akan dilaksanakan MoU dan selanjutnya diberikan dana hibah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan untuk membuat usaha. Sebut saja Tuharno, petani andalan di Desa Unggul DPMA Kesuma, Riau. Beliau telah sukses menjalankan usaha ternak kambing. Hingga saat ini kambing yang dimilikinya sudah mencapai puluhan kambing.  Sebagai informasi, hingga saat ini APP Sinar Mas telah menyalurkan dana kepada 284 Desa. Dana tersebut dikelola oleh 77 lembaga Badan Usaha Milik Desa (bumdes), 8 Lembaga Koperasi, dan 199 Lembaga Gapoktan. Bentuk-bentuk usahanya pun beragam mulai dari tanaman herba, buah, sayuran, padi, perkebunan, ternak unggas, dan UMKM. Keberadaan Desa Makmur Peduli Api ini diklaim mampu mengurangi kerusakan dan kebakaran hutan dan lahan secara maksimal dan tentunya mampu pula meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

Blogger dan Hutan Lestari
(Foto Bareng Narasumber dan Blogger Palembang)
(Sumber Foto: www.lestarihutan.id)
Pemerintah sadar betul bahwa dalam menjaga kelestarian hutan tidak bisa dilakukan sendiri. Dibutuhkan kerjasama antarpihak. salah satunya adalah melalui para blogger. Untuk itulah Yayasan Doktor Sjahrir Indonesia bekerjasama dengan Climate Reality Indonesia melalui acara Forest Talk with Blogger menggandeng para blogger. Teknologi yang semakin canggih telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan. Kecanggihan teknologi telah mematahkan kekakuan ruang dan waktu. Melalui teknologi, siapapun dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi dimanapun dan kapanpun. Data menyebutkan bahwa hingga tahun 2017 sebanyak 143 juta orang Indonesia telah mengakses internet. Dari data tersebut diketahui pula bahwa dalam sehari, 43,89% orang Indonesia mengakses internet selama 1—3 jam per hari; 29,63% mengakses 4—7 jam per hari; dan 26,48% mengakses internet 7 jam per hari. Luar biasa! Hal itu menunjukkan bahwa peran media digital sangat penting bahkan telah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari.  Oleh karena itulah, Yayasan Doktor Sjahrir Indonesia memandang para blogger memiliki peranan penting dan diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam mengampanyekan pentingnya pengelolaan hutan lestari di Indonesia.
Bagaimana caranya? Tentu saja melalui tulisan. Para blogger melalui ide dan pemikiran kreatifnya dapat menuliskan berbagai informasi yang penting untuk diketahui. Memberitakan informasi mengenai pengelolaan hutan lestari;  kemitraan pemerintah, pihak swasta, LSM, dan masyarakat yang sangat penting untuk mencegah laju kerusakan hutan dan tentunya meningkatkan penanaman hutan kembali di kawasan yang telah rusak. Para blogger juga diharapkan dapat mengangkat pemberitaan mengenai masalah pentingnya meningkatkan ekonomi desa dengan memanfaatkan program perhutanan sosial, yaitu menanam pohon-pohon yang dapat menjadi bahan baku produk unggulan desa, dan menggulirkan ekonomi kreatif di desa tersebut. Melalui tulisan para blogger yang disebarluaskan diharapkan dapat memberikan informasi yang edukatif dan bermanfaat bagi masyarakat yang membaca. Dan pada akhirnya Sayyid Quthb pernah berkata “Jika satu peluru hanya mampu menembus satu kepala, maka satu tulisan dapat menembus berjuta-juta kepala”. Satu tulisan tentang pengelolaan hutan lestari semoga mampu memberikan pencerahan kepada kita semua dan semoga hutan-hutan Indonesia agar tetap lestari. Semoga saja!

Menjelang malam marilah makan
Hidangan lezat wajah berseri
Marilah kita menjaga hutan
Agar selalu rindang lestari


Terima kasih terkhusus saya ucapkan kepada Yayasan Doktor Sjahrir(YDS) dan Climate Reality Project Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti acara Forest Talk with Blogger. Semoga apa yang telah saya terima dapat bermanfaat bagi diri saya pribadi dan khususnya bagi orang-orang di sekitar saya. Untuk informasi lebih lengkap mengenai hutan dan pengelolaannya silakan klik www.lestarihutan.id

5 comments:

  1. Semoga dengan adanya artikel ttg pentingnya menjaga hutan ini dapat sampai ke pembaca dgn bijak. Semoga mereka tau betapa pentingnya paruparu kita ini. Jaga bumi kita, dengan mengaja hutan agar lestari.

    ReplyDelete
  2. Luar biasa ya pengaruh hutan ini terhadap Kita. Kadang ga terpikirkan bahwa memang hutan itu galepas dr kehidupan. Yuk jaga bareng2 supaya hutan ttp lestari!

    ReplyDelete
  3. literasi lewat internet salah satu cara efektif mengedukasi masyarakat

    ReplyDelete
  4. Wah, pandai berpuisi nih kak Alam. Tooop.

    ReplyDelete

Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!