Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Thursday, 4 December 2014

TANDATANDA LULUS

Sekedar berbagi pengalaman kepada teman-teman yang sedang ikut tes. Beberapa tanda-tanda bakal lulus tes CPNS.

Waktu Tes
1. Pada waktu tes ada perasaan deg-degan disertai 90% keyakinan akan lulus. 100% keyakinan hanya milik Tuhan.
2. Tes berjalan dengan lancar tanpa ada kendala atau rintangan berarti.


Selesai tes
1. Pulang ke rumah dalam keaadaan tenang tanpa rasa gelisah terhadap tes yg baru saja dilakukannya.
2. Menganggap tes tersebut telah berlalu dan tak mau mengingat tes itu lagi.
3. Bersikap santai dan tenang serta tidak gelisah ketika menunggu detik-detik pengumuman.
4. Pada orang tertentu, kadang disertai mimpi lulus tes, namun ketika terbangun ia akan segera melupakan mimpi itu karena ia meyakini mimpi adalah bunga tidur. Catatan; Mimpi terkadang menjadi semakin sering menjelang pengumuman tes.
5. Ketika hari tes pengumuman, ia tidak akan begitu bernafsu membuka hasil tes. Bukan karena ia berputus asa namun karena hatinya bercampur 90% keyakinan dan 10% kepasrahan.

Catatan: Itu pengalamanku dan teman-temanku ya!

Wednesday, 3 December 2014

BEST PRACTICE GURU

"BEST PRACTICE GURU: KARYA INOVATIF DAN PTK KAH?"
Oleh Alamsari, M. Pd.

 
Konon, katanya karya tulis yang paling mudah dibuat adalah best practice. Sesuai istilahnya best practice adalah karya yang berisi pengalaman terbaik guru dalam mengajar. Lalu, samakah best practice dengan PTK atau karya inovatif?
Jawabnya bisa ya dan juga bisa tidak. Dalam suatu ajang lomba, banyak yang salah menafsirkan arti best practice itu sendiri. Betul, PTK dan karya inovatif bisa jadi best practice. Akan tetapi tidak semua PTK dan karya inovatif dapat menjadi best practice. Hakikatnya, best practice adalah pengalaman guru yang paling berkesan dan paling berdampak (memberikan hasil luar biasa) bagi guru dan siswa dalam pembelajaran. Kata kuncinya adalah DAMPAK. Hasil yang luar biasa memang menjadi karakteristik dari best practice. Suatu PTK dan atau KARYA INOVATIF belum tentu mampu memberikan dampak luar biasa. Dampak luar biasa dapat dilihat dari seberapa luas dan seberapa signifikan hasil perlakuan yang dilakukan. Duh, bingung ya?
Saya juga bingung. Saya kasih contoh saja ya!
Contoh kasus:
Dalam bukunya Multiple Intelegences: Memanusiakan Manusia karya Munib Chotib dituliskan pernah ada satu sekolah yang terancam tutup. Sekolah itu, sudah terlanjur dikenal oleh masyarakat sebagai sekolah yang jelek, murid-muridnya nakal, guru-gurunya tidak berkualitas. Bahkan, masyarakat sekitar sekolah tidak ada yang mau memasukkan anaknya ke sana. Duh, gawat bener kan!
Nah, akhirnya sekolah tersebut berpindah manajemen. Sekolah itu berganti pimpinan baru. Pimpinan baru sadar bahwa sekolah itu sudah tidak tertolong lagi. Oleh karena itu, ia memutuskan mengganti nama sekolah itu. Terus, ia juga mengganti semua guru-gurunya. Guru-guru direkrut melalui jalur seleksi yang ketat. Lalu, guru-guru terpilih ditatar selama 3 bulan. Ia juga mengubah semua manajemen sekolah yang ada.
Pada awal tahun ajaran baru Sekolah itu hanya menerima siswa "sisa" dari sekolah lain. Sebab, siswa yang pintar sudah masuk sekolah negeri semua. Namun, pimpinan baru tak khawatir. Dengan perubahan yang telah dilakukan, ia yakin akan mampu mengubah siswa "sisa" tersebut menjadi siswa luar biasa. Untuk itu, dalam pembelajaran, sekolah itu menerapkan pembelajaran berbasis Multiple Intellegences. Setiap anak diyakini memiliki kecerdasan. Setiap guru mengajar dengan penuh kesabaran. Akhirnya, pada tahun pertama dan kedua siswa yang mereka didik berhasil menjuarai berbagai lomba-lomba. Pada tahun ketiga, siswa mereka berhasil menjadi peraih nilai UN tertinggi di provinsi.
Nah, luar biasa bukan. Contoh di atas merupakan contoh perlakuan yang menimbulkan dampak luar biasa. Dari sekolah biasa menjadi sekolah luar biasa. Dari siswa biasa menjadi siswa luar biasa. Dari pembelajaran biasa menjadi pembelajaran luar biasa.


 PEMBELAJARAN: HASIL YANG SIGNIFIKAN?" Coba kita bersama-sama melakukan refleksi. Bagaimana pembelajaran di kelas yang kita lakukan? Sudah benarkah? Sudah sesuaikah? Sudahkah kita menggunakan strategi atau metode pembelajaran? Sudahkah sesuai karakteristik siswa? Sudahkah berbasis need assesment? Masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang musti dijawab.
Susahkan? Ya! Susah! Jadi guru itu susah. Makanya, kalau ada orang yang mengatakan jadi guru gampang berarti orang itu bukanlah guru.
Lalu, apa kaitannya antara guru, pembelajaran, dan hasil yang signifikan?
Pengalaman saya, dalam pembelajaran, guru acapkali cenderung "menyalahkan" siswa manakala hasil belajar yang dicapai kurang memuaskan. Jika menengok dalam karya tulis semisal PTK pun, pada latar belakang penulisan banyak yang mengklaim hasil pembelajaran kurang menggairahkan karena metode atau strategi pembelajaran yang tidak sesuai sehingga harus ditingkatkan. Benarkah? Saya pribadi sebenarnya bertanya-tanya. Terus terang, ketika akan memberikan vonis nilai kepada siswa, saya harus berpikir 1000 kali sebelum memutuskan. Saya takut, jangan-jangan vonis nilai yang saya berikan tidak tepat. Saya juga takut, jangan-jangan siswa yang mendapat nilai kecil disebabkan saya yang tidak becus mengajar.
Nah, dalam proses pembelajaran, refleksi sebenarnya menjadi langkah awal. Guru senantiasa harus selalu merasa "CURIGA". Curiga terhadap apa saja yang terkait pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan. Guru hendaknya jangan semata-mata berorientasi pada hasil tetapi juga harus berorientasi pada proses. Hasil yang baik ditimbulkan oleh proses yang juga baik. 


 SOAL BERSTANDAR DAN HASIL YANG SIGNIFIKAN: SEBUAH KENISCAYAAN"
Seyogyanya hasil pembelajaran adalah sebuah keniscayaan. Baik atau tidaknya proses pembelajaran yang dilakukan pada akhirnya memang akan terlihat pada hasil. Untuk itu, guru-guru menyiapkan instrumen-instrumen penilaian. Instrumen itu dirancang sedemikian rupa serta diuji validitas dan reliabilitasnya. Di Amerika, setiap tahun guru-guru mampu menelurkan ribuan soal berstandar nasional. Bagaimana dengan Indonesia?
Tak perlu dijawab. Tanyakan pada diri kita sendiri. Saya sendiri belum mampu membuat soal berstandar nasional. Pernah dalam suatu pelatihan saya mencoba membuat soal berstandar nasional, hasilnya soal saya berantakan.
Kenapa harus berstandar sih?
Ya! Saat ini kita berurusan dengan hasil. Apalagi jika yang diinginkan adalah hasil yang signifikan. Bagaimana kita dapat percaya pada hasil pembelajaran anak jika soal yang digunakan belum diuji? Memang, soal yang diujikan pada anak tidak harus soal berstandar. Soal buatan guru pun dapat digunakan. Hanya saja, saat ini kita berhadapan pada angka-angka. Angka-angka sebenarnya bias. Tidak bisa kita jadikan patokan. Anak dengan nilai 80 belum tentu ia lebih pintar dari anak dengan nilai 70. Anak dengan nilai 90 di sekolah A tak menjamin ia lebih pintar dari anak dengan nilai 60 di sekolah B. Saya punya pengalaman tentang ini.

"Dulu, saya pernah mengajar di sebuah sekolah Islam terpadu. Dalam pemberian nilai, kami menuliskan nilai apa adanya. Maka, tak heran di rapor murid kami, sangat mudah menemui angka 40, 50, atau 60. Murid paling pintar di sekolah itu paling-paling nilainya hanya 60, 70, dan ada beberapa yang 80 dan 90. Tiga tahun berselang, murid kami menamatkan sekolahnya. Mereka berencana mau masuk sekolah unggulan di Kabupaten itu. Namun, sangat disayangkan dari 20 murid kami yang ingin masuk (sekedar ikut tes) hanya sekitar 6 orang saja yang boleh mendaftar. Sisanya gugur dan layu sebelum berkembang lantaran nilai mereka di bawah standar yang ditetapkan. Enam murid kami yang berhasil ikut tes pada akhirnya harus bersaing dengan ribuan siswa dari sekolah lain (termasuk sekolah yang notabenya unggul dan nilai muridnya tinggi-tinggi). Nilai rata-rata keenam murid saya masih jauh dibandingkan nilai dari murid-murid sekolah lain. Tes pun dilaksanakan. Setidaknya ada beberapa tahapan tes. Pada hari terakhir, hasil tes diumumkan dan keenam murid saya dinyatakan lulus bahkan beberapa orang diantaranya menduduki peringkat 3 besar nilai tes tertinggi.
Tak hanya sampai di situ. Selama satu tahun berjalan pembelajaran di SMA tersebut, murid kami bahkan mampu menjadi yang terbaik di kelasnya, pun di sekolahnya"

Hasil pembelajaran memang menipu. Jangan pernah puas dengan hanya sekali uji saja. Apalagi sampai memvonis anak ini mampu atau tidak mampu. Nah, untuk itu soal berstandarlah solusinya. Melalui soal berstandar, setidaknya guru mampu MEMINIMALISIR kesalahan penafsiran terhadap hasil pembelajaran anak didiknya.

SEBAIKNYA KAMU TAHU!

SEBAIKNYA KAMU TAHU!" 

Minggu pagi cerah. Hatiku bahagia. Saatnya santai dan liburan. Mari kita rehat sejenak melupakan kepenatan dari aktivitas kita di hari sebelumnya. Eits, tetapi jangan kebablasan ya! Soalnya, kalau kebablasan nanti hari Seninnya terasa berat loh. Senin memang hari yang sulit untuk memulai aktivitas.
Hem! Sebaiknya kamu tahu? Tahu apa ya? Sebenarnya antara penting dan tidak penting sih. Buat guru-guru yang suka nulis artikel opini, bisa dicoba kirim ke surat kabar Tribun Sumsel atau Sumatera Ekspres. Kalau ke Tribun Sumsel cukup kirim lewat email saja ke redtribunsumsel@yahoo.com. Nah, kalau mau ngirim ke Sumeks bawa langsung tulisan print outnya dan soft filenya ke graha sumeks terus langsung minta ketemu sama redaktur opininya. Lumayan loh! Kalau tulisan kita dimuat di Tribun bakal dapet duit 100 ribu. Kalau di Sumeks kalau gak salah 150 ribu. Lumayankan. Selain dapet duit dapet juga kredit pointnya. Nah, kalau kamu belum pernah kirim artikel opini ke Tribun, yuks buruan kirim. Peluang dimuatnya guede loh. Soalnya Tribun mengutamakan penulis lokal yang tulisannya belum pernah terbit di Tribun. Jadi intinya, tulisan kamu sebenarnya sudah positif bakal dimuat di Tribun selama memang tulisan kamu belum pernah dimuat sebelumnya. Nah, kalau Sumeks, kamu harus ketemu langsung dengan redakturnya. Soalnya, kalau tidak ketemu langsung maka tulisan kamu bakal ndak jelas nasibnya. 


"SEBAIKNYA KAMU TAHU DAN BISA!"
Sore yang ceriah. Sudah pada mandi belum? Yuks, kita santai sejenak.
Sebaiknya kamu tahu dan bisa? Loh, tahu apa? bisa apa? Hem! Tahu apa ya? Bisa apa ya? Tahu dan Bisa nulis maksudku.
Ah, nulis, gak penting? Really? Ya sih. Sepele kelihatannya. Bagi kebanyakan guru, menulis agak kurang penting. Menulis dipandang sebelah mata. Sebagian lagi menganggap menulis hal yang gampang.
Hem! Menulis itu menurutku susah loh. Prosesnya panjang dan memakan waktu. Tulisan paling cepat yang kubuat waktunya 2 jam. Tulisan yang paling lama kuselesaikan waktunya 3 bulan. Hem! Itu pun, hasil tulisanku belum berkualitas. Ayo, siapa yang sudah punya tulisan? Siapa pula yang sudah pernah dipublish? Tahukah kamu, menulis bisa menjadikan guru kaya loh. Loh, kok bisa? Ya! Bisa dong. Kamu nulis dan kirim sebanyak-banyaknya ke media massa lokal maupun nasional. Contoh, tulisan opini di kompas dibayar 1,5 juta. Wow! Gede kan. Bayangkan kalau 5 saja tulisanmu dimuat sudah berapa duit kamu dapatkan? Seorang temanku cerpenis dalam sebulan dia bisa mendapat duit 10 juta hanya dari menulis cerpen.
Nah, kita tidak perlu sejauh itu. Duit memang bisa jadi motivasi tetapi ia bukan tujuan akhir kita. Guru sebenarnya wajib menulis. Wajib! Apalagi berlakunya PKG mengharuskan guru untuk selalu menulis. Menulis apa saja. Yang penting menulis. Untuk tahap awal kamu bisa menulis di status facebook mu seperti yang saya lakukan ini. Buktikan khasiatnya. Kamu akan mendapati kemampuan menulismu meningkat.

KARYA INOVATIF VS PTK

"PTK VS KARYA INOVATIF: MANA YANG DISUKAI?"
Oleh Alamsari, M. Pd.

Sekarang saya tanya, pada suatu ajang lomba ada peserta yang memilih PTK dan ada yang mengirim Karya Inovatif. Nah, kira-kira karya manakah yang berpotensi menang?
Mau tahu? Yuks, disimak dulu tentang Apa itu Karya Inovatif.
Karya Inovatif adalah karya yang merupakan hasil inovasi atau penemuan-penemuan terhadap suatu produk. Bentuk produk yang diciptakan bermacam-macam, Ada yang berupa alat, media, atau penemuan strategi/metode pembelajaran.
Nah, lalu manakah yang lebih disukai juri antara PTK dan karya inovatif?
Menurut sepengetahuan saya, juri akan lebih terpikat dengan karya inovatif. Loh, kok bisa?
Ya, bisa dong! Satu hal yang membuat karya inovatif lebih unggul karena karya inovatif memiliki produk yang dihasilkan sedangkan PTK tidak. Produk pada karya inovatif lebih bermanfaat secara luas sedangkan hasil PTK hanya bermanfaat skala kecil (di kelas dan di sekolah serta berlaku pada waktu itu saja).
Dari beberapa ajang lomba bergengsi, sepengetahuan saya karya inovatif selalu nangkring pada urutan teratas. Nah loh! Jadi bingung kan? Kalau gitu buat karya inovatif atau PTK ya?
Eits, tidak usah bingung. Bergantung kemampuan kamu. Kalau kamu sanggup membuat karya inovatif ya, monggo. Kalaupun sanggupnya cuma buat PTK ya tak apa-apa.


KARYA INOVATIF SEPERTI APA YANG DISUKAI?" Sudah tahu kan bahwa karya inovatif memiliki nilai jual tinggi buat memikat hati dewan juri dibandingkan PTK. So, apakah karya inovatif sudah pasti unggul dibandingkan PTK?
Ya, tidak juga sih. Walau memang karya inovatif lebih disukai bukan berarti setiap karya inovatif bakalan unggul. Nah, lalu, karya inovatif seperti apa sih yang unggul itu?
Tidak semua karya inovatif unggul. Sama halnya seperti PTK, karya inovatif YANG TIDAK BIASALAH yang berpotensi menang. Maksudnya, karya inovatif yang kita buat haruslah karya yang benar-benar belum ada sebelumnya atau boleh hasil pengembangan dari karya yang ada. Nah, apa pula itu pengembangan?
Pengembangan maksudnya kita membuat produk yang sama dengan produk yang ada namun disertai penambahan-penambahan fungsi, alat, atau kegunaan tertentu. 

KARYA INOVATIF JAWARANYA LOMBA"
3:1--Umumnya dalam memenangi lomba karya inovatif berpeluang tiga kali lebih besar dibanding PTK. Bahkan, karya inovatif yang sederhana sekalipun akan mampu bersaing dengan PTK yang berkualitas jitu. Masalahnya, rata-rata guru mata pelajaran umum jarang yang mampu berinovasi membuat karya inovatif. Justru, keberuntungan bagi guru-guru SMK karena mereka tampaknya sudah terbiasa berinovasi. Hal itu mungkin disebabkan karena guru-guru SMK adalah guru produktif yang hampir setiap hari melakukan praktik atau penemuan-penemuan. Dari beberapa ajang lomba skala nasional, rata-rata guru SMK lah yang jadi jawara.
Karya inovatif memang memiliki tingkat kerumitan dan kesulitan tersendiri. Bayangkan "MENCIPTA DARI YANG TIADA MENJADI ADA" tentu sulit bukan? Karya inovatif membutuhkan kemampuan dan keterampilan khusus. Celakanya, keterampilan mencipta karya inovatif hanya dimiliki guru tertentu saja. Sisanya, buanyak banget guru yang tak mampu berinovasi. Berbeda halnya dengan PTK. PTK dapat dilakukan siapapun dan kapanpun. PTK juga tidak membutuhkan kemampuan atau keterampilan khusus untuk membuatnya. Yang penting tahu teori siklus PTK, itu sudah cukup. Nah, kamu pilih yang mana, PTK atau karya inovatif?