MENGEMBALIKAN KEJUJURAN UJIAN
NASIONAL
Oleh Alamsari, M.Pd.
(Guru SMPN 4 Rantau
Panjang, Ogan Ilir)
“Hasil Ujian Nasional yang tidak lagi menentukan kelulusan patut kita
apresiasi setinggi-tingginya. Namun menjadikan hasil UN sebagai syarat masuk
PTN adalah keputusan yang salah. Jika begitu, pelaksanaan UN yang diharapkan
dapat jujur tentu akan sulit untuk tercapai.”
Ada sesuatu yang berbeda dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tahun ini.
Kementerian pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) memutuskan untuk tidak lagi
menjadikan hasil UN sebagai penentu kelulusan seperti tahun-tahun sebelumnya. Hal
itu tentu menjadi kabar gembira bagi kita semua terutama bagi anak didik kita.
Betapa tidak, sudah cukup bertahun-tahun lamanya—UN menjadi momok yang
menakutkan bagi siswa sampai-sampai membuat mereka frustasi lantaran takut
tidak lulus UN. Sebagai gantinya, hasil UN akan dijadikan sebagai bahan
pemetaan mutu pendidikan, pertimbangan pemberian bantuan pendidikan, dan
sebagai pertimbangan masuk ke tahap jenjang berikutnya (SNMPTN).
Keputusan Kemdikbud mengubah sistem hasil penilaian UN tersebut
sesungguhnya tak lepas dari kontroversi pelaksanaan UN selama ini. Karut marut
pelaksanaan UN di hampir semua jenjang di seluruh wilayah telah manjadikan UN
sarat dengan kecurangan. Tak heran, berbagai penyimpangan dilakukan mulai dari
aksi jual beli soal hingga pemberian kunci jawaban oleh oknum yang tak
bertanggung jawab.
Terkhusus tahun ini, UN akan dilaksanakan dalam dua pola, yakni Ujian
Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dan Ujian Nasional dengan Paper Based Test (UN tertulis). Pemerintah
sendiri menargetkan secara bertahap, kedepannya pelaksanaan UN akan dilakukan dengan
berbantuan komputer (UNBK). Hal tersebut merupakan terobosan baru yang patut
diapresiasi.