Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Friday 15 April 2016

TULISAN SAYA DI LAMPUNG POST EDISI 18 MEI 2013

Ini versi asli tulisan saya (sebelum diedit oleh radaktur) yang dimuat di Lampung Post Edisi 18 Mei 2013.


Kurikulum 2013: Implementasi, Hambatan dan Tantangan

Oleh: Alamsari, M. Pd.
(Tenaga Pendidik di SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir)

“Adanya berbagai penolakan, nyatanya tak menyurutkan niat Kemdikbud untuk mengimplemntasikan Kurikulum 2013. Konsekuensinya, akan banyak hambatan yang ditemui dalam pengimplentasiannya dan itu harus diatasi jika ingin pelaksanaan Kurikulum 2013 berjalan dengan baik”

Dunia pendidikan tanah air kita kembali mengalami perubahan kurikulum. Setelah sebelumnya selama kurun waktu enam tahun, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diterapkan, kini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) kembali mengubah KTSP menjadi Kurikulum 2013. Perubahan tersebut telah secara resmi dilansir oleh pihak Kemdibud pada awal tahun lalu. Bahkan rencananya Kurikulum 2013 akan segera diimplementasikan secara terbatas pada tahun ajaran baru ini (sekitar pertengahan Juli).

Sekedar menapak tilas, pada awal kemunculannya, Kurikulum 2013 itu sendiri sebenarnya mendapatkan banyak penolakan dari berbagai kalangan akademisi baik guru maupun pemerhati pendidikan. Hal itu terlihat dari banyaknya respons negatif yang diberikan pada awal pelaksanaan uji publik terkait rencana pengimplementasian Kurikulum 2013. Adanya berbagai penolakan terhadap Kurikulum 2013 tersebut sebenarnya adalah sangat wajar mengingat hakikatnya, perubahan kurikulum dianggap perlu dilakukan hanya jika memang didapati kekurangan atau kelemahan dari kurikulum sebelumnya.

Lalu terkait KTSP, benarkah terdapat kelemahan atau kekurangan? Berkaitan dengan itu, dalam kacamata Kemdikbud, KTSP memang memiliki banyak kelemahan. Namun benarkah demikian adanya? Menurut hemat penulis, tentu dalam hal ini pihak Kemdikbud terlalu terburu-buru menafsirkan kegagalan/kelemahan dalam KTSP tersebut. Seyogyanya, untuk dapat melihat kelemahan atau kekurangan suatu kurikulum diperlukan waktu yang cukup lama. Bukan setahun, dua tahun, atau beberapa tahun saja. Selain itu pula, diperlukan pengamatan dan penelitian yang mendalam dan komprehensif sehingga benar-benar didapatkan data yang valid terkait ada atau tidaknya kelemahan dalam kurikulum sebelumnya sehingga dapat dijadikan rujukan terkait penting atau tidaknya perubahan kurikulum.

Sayangnya, berbagai penolakan yang disampaikan berbagai kalangan tersebut, sepertinya tak digubris oleh Kemdikbud. Adanya Uji Publik Kurikulum 2013 tampaknya hanya sekedar retorika belaka. Buktinya, Kemdikbud tetap akan mengimplementasikan Kurikulum 2013. Bahkan, untuk menjamin kelancaran pengimplementasian Kurikulum 2013, Kemdikbud akan melatih ribuan Guru Pamong (Master Teacher) yang akan menjadi ujung tombak penerapan Kurikulum 2013 di tingkat sekolah. Di beberapa daerah seperti, Jakarta, Jawa, dan Lampung, pelatihan Master Teacher telah berlangsung.

Jika demikian, bagaimana sikap kita? Ya! Nasi telah menjadi bubur. Kita tentu tidak akan mungkin lagi menyuarakan penolakan terhadap Kurikulum 2013. Sebab, sudah begitu banyak tenaga, usaha, dan dana yang terkuras dalam pengubahan kurikulum tersebut, mulai dari perancangan sampai pelatihan pengimplementasian pada tingkat sekolah. Sekarang sikap kita sebaiknya berlapang dada. Bersatu dan bersinergi, menjalin kerjasama yang baik guna mensukseskan pengimplementasian Kurikulum 2013 itu. Setidaknya, kita ikut berperan serta dalam mengawasi pengimplementasian Kurikulum 2013 sehingga dapat terimplementasi dengan baik dan benar.

Hambatan dan Tantangan

Keputusan Kemdikbud untuk tetap mengimplentasikan Kurikulum 2013 ditengah banyaknya penolakan, tentu memiliki konsekuensi. Konsekuensi tersebut yakni, akan banyak hambatan dalam pengimplementasiannya. Jika tidak ditangani secara serius, hambatan tersebut akan menjadi bumerang bagi terciptanya kegagalan Kurikulum 2013 itu sendiri. Beberapa diantara hambatan tersebut, justru muncul dari struktur Kurikulum 2013 yang lebih menekankan pada pendekatan sains untuk tingkat SD. Selain itu juga, terjadi perampingan beberapa mata pelajaran pada setiap jenjang satuan pendidikan mulai dari SD, SMP, dan SMA juga menjadi hambatan tersendiri yang cukup serius.

Struktur kurikulum 2013 yang menekankan pada pendekatan sains pada tingkat SD, mau tak mau menuntut kemampuan guru untuk menguasai bidang sains itu sendiri. Pertanyaannya, apakah guru-guru SD kita sudah mumpuni? Jawabannya tentu belum. Bagaimana tidak, sebagian besar guru-guru SD kenyataannya belum menamatkan S—1 atau belum bergelar sarjana. Itu artinya, jangankan dari segi keilmuan, syarat kesarjanaannya saja mereka belum memenuhi. Kalaupun sudah bergelar sarjana, pertanyaannya, apakah mereka sudah mampu melaksanakan pendekatan sains tersebut? Jawabannya tentu bergantung pada seberapa paham dan luas penguasaan mereka terhadap sains itu. Logikanya, untuk mengajarkan sains, tidak sembarangan guru yang dapat melakukannya. Kalau mau jujur, guru yang berlatar belakang pendidikan sains saja belum tentu mumpuni di bidangnya, apalagi guru lain yang tidak berlatar belakang pendidikan sains sama sekali.

Perampingan beberapa mata pelajaran pada jenjang SD, SMP, dan SMA juga menjadi hambatan yang patut ditanggapi serius. Pada tingkat SD, dari 10 mata pelajaran, dirampingkan sehingga menjadi 6 mata pelajaran saja. Artinya ada empat mata pelajaran yang dihilangkan, yaitu IPA, IPS, Bahasa Inggris, dan pengembangan diri. Pertanyaannya adalah bagaimana siswa akan menguasai secara luas dan mendalam pelajaran tersebut? Sedangkan selama ini saja—keempat mata pelajaran tersebut masih ada, siswa belum mampu menguasai secara maksimal.

Hal yang sama juga terjadi pada jenjang SMP dan SMA. Pada jenjang SMP dan SMA, mata pelajaran Teknologi dan Informasi (TIK) dihilangkan. Kemdikbud berdalih bahwa TIK tidaklah dihilangkan, akan tetapi diaplikasikan secara langsung pada setiap mata pelajaran. Itu artinya, setiap guru mata pelajaran wajib mengajar dengan menggunakan TIK (baca:laptop dan LCD). Pertanyaannya, apakah mungkin TIK diterapkan pada setiap mata pelajaran? Tentunya terlalu naif jika Kemdikbud berpendapat demikian. Bukankah, jika mau jujur kita sependapat bahwa masih begitu banyak sekolah yang belum memiliki sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai. Harus diakui, di berbagai pelosok atau pinggiran kota, masih banyak sekolah-sekolah yang hanya memiliki fasilitas seadanya. Bahkan di beberapa daerah banyak pula yang belum teraliri listrik. Jika demikian, tentu sangat tidak mungkin untuk menggunakan TIK tersebut dalam pembelajaran.

Belum lagi permasalahan terkait pemberian buku pegangan (Buku Babon) guru. Buku Babon yang didalamnya memuat berbagai perangkat pembelajaran dan kriteria penilaian hasil belajar siswa dinilai beberapa pihak akan membatasi gerak dan kreativitas guru. Sebab mau tak mau, guru harus menuruti secara konseptual segala kegiatan pembelajaran di kelas yang ada dalam buku tersebut. Padahal, kita tahu kebutuhan pembelajaran di setiap sekolah berbada satu dengan lainnya. Sekolah di kota tentu tuntutan akan pembelajarannya lebih tinggi dan lebih kompleks dibandingkan sekolah di pelosok atau sekolah di daerah terpencil. Jika semua pelaksanaan pembelajaran disamakan, bagaimana jadinya? Tentu akan menyulitkan bagi siswa di sekolah terpencil itu.

Pada intinya, penulis ingin menegaskan bahwa berbagai permasalahan tersebut tak dapat dipungkiri akan menjadi hambatan dalam pengimplemntasian kurikulum 2013 itu. Secara tidak langsung, hambatan-hambatan tersebut juga sekaligus menjadi tantangan bagi Kemdikbud untuk mencari cara yang efektif guna mengatasinya. Akhirnya, penulis berharap semoga saja langkah Kemdikbud menerapkan Kurikulum 2013 adalah sebagai langkah awal yang baik untuk mewujudkan generasi emas Indonesia dan bukannya malah menjadi awal kehancuran pendidikan kita. Semoga saja.

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!