Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Wednesday, 5 November 2014

PBB

PUISI BERTOPIK BERPOLA DALAM PEMBELAJARAN UNTUK MEMBENTUK KARAKTER ANAK DIDIK


 
Gambaran Umum:
PBB: PUISI BERTOPIK BERPOLA

PBB merupakan suatu model atau strategi pembelajaran yang berbasis pada upaya untuk memahami suatu teks atau materi pembelajaran melalui penciptaan puisi. Untuk dapat menciptakan sebuah puisi terlebih dahulu siswa diberikan suatu materi, teks, atau objek sebagai bahan inspirasi untuk membuat puisi. materi, teks, atau objek yang disajikan kepada siswa dapat disesuakan dengan tujuan yang hendak dicapai. Setelah siswa disajikan sebuah teks, materi, atau objek, siswa diberi kebebasan untuk menentukan topik. Penentuan topik ini dapat dipilih berdasarkan materi, teks, atau objek yang disajikan sebelumnya. Tujuan dari penentuan topik adalah agar siswa dapat lebih terarah dan lebih mudah membuat puisi. setelah topik berhasil ditentukan, selanjutnya siswa disuruh menentukan pola. Yang dimaksud dengan pola dalam hal ini adalah bentuk atau topografi dari puisi yang diinginkan. Penentuan pola atau topografi puisi ini bertujuan agar puisi yang dibuat menjadi lebih menarik. Selain itu, pola atau bentuk topografi dalam puisi dapat membuat siswa lebih mudah dalam mengingat atau memahami isi dari puisi yang dibuat. Berikut disajikan langkah-langkah penerapan PBB dalam pembelajaran.


PBB Sebagai Upaya Membentuk Karakter pada Anak
Karakter merupakan sikap atau kebiasaan yang mengakar pada diri seseorang. Karakter tentulah tidak akan tercipta secara instan. Untuk menumbuhkan karakter yang diinginkan haruslah membutuhkan waktu yang lama. Pembentukan karakter pada anak sebaiknya dilakukan sedini mungkin mulai sejak masa pendidikan dasar. 
Puisi pada hakikatnya tidak akan tercipta pada kekosongan budaya. Artinya, apa yang tertuang dalam sebuah puisi tentu menggambarkan situasi atau kondsi pada masa tersebut tempat si penyar menuliskannya. Selain sebagai alat untuk menuangkan ide atau gagasan serta mencurahkan perasaan, puisi dapat pula dijadikan sebagai media atau alat untum membelajarkan sesuatu kepada peserta didik. 
Puisi (sastra) dianggap ampuh untuk membuat peserta didik lebih mudah memahami dan meresapi makna yang terkandung di dalamnya. Selain itu, pesan yang disampaikan di dalam puisi dapat menggugah jiwa peserta didik. Melalui keindahan bahasa pada puisi, peserta didik akan sangat tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang apa yang terkandung dalam puisi itu. Puisi dapat dijadikan meda dalam menumbuhkan karakter yang baik pada peserta didik. salah satunya adalah melalui metode PBB. Puisi bertopik dan berpola  dinilai dapat efektif untuk menumbuhkan karakter bangsa sejak dini pada peserta didik.
 
Contoh langkah-langkah pembelajaran PBB untuk menumbuhkan karekter bangsa pada anak didik.
Langkah-Langkah
Kegiatan
Alokasi Waktu
Kegiatan Pendahuluan
1.      Guru melakukan apersepsi dan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa
2.      Guru menyajikan teks bertema Korupsi pada siswa
3.      Siswa bersama guru membicarakan topik materi dan teks yang dibaca
4.      Guru menyuruh siswa untuk membentuk kelompok kecil terdiri atas lima orang siswa.




Kegiatan Inti
1.      Siswa membaca teks yang telah dberikan oleh guru
2.      Siswa dan guru bertanya jawab tentang isi teks yang dibaca
3.      Siswa bersama teman sekelompoknya menentukan permasalahan yang akan dibahas dalam teks yang dibaca
4.      Siswa menuliskan permasalahan yang telah ditentukan
5.      Bersama teman sekelompoknya, siswa membuat puisi bertema berpola berdasarkan permasalahan yang telah ditentukan
a.       Siswa menentukan satu tema yang mencerminkan permasalahan yang ditentukan. Tema yang ditentukan dirumuskan dalam satu kata. Misal: Jujur, adil, korupsi, dll.
b.      Setiap siswa dalam kelompoknya membuat pola berdasarkan  huruf yang terdapat pada tema
c.       Setelah membuat pola, siswa secara bergantian mengisi pola tersebut dengan puisi berdasarkan tema hingga pola yang telah dibuat penuh dengan puisi






Kegiatan Penutup
1.      Guru memanggil setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil puisi bertopik berpola buatannya



2.      Guru melakukan refleksi dan memberikan penguatan pada siswa terkat materi pembalajaran yang telah dilaksanakan
3.      Guru menutup pelajaran


Pedoman Penilaian PBB untuk Menumbuhkan Karakter Bangsa:
Untuk melakukan penilaian terhadap hasil menulis puisi yang dilakukan oleh siswa, dapat menggunakan beberapa pedoman atau langkah-langkah penilaian yang dikemukakan oleh Anderson (www.ntlf.com). Adapun langkah-langkah dalam melakukan penilaan terhadap PBB adalah sebagai berikut.
a.       Guru harus memastikan bahwa siswa telah menyelesaikan tulisannya.
b.      Guru harus memastikan bahwa siswa telah membaca ulang dan menilai tulisannya sendiri berdasarkan draf kriteria yang telah ditentukan oleh guru.
c.       Guru harus memastikan bahwa siswa telah berdiskusi dengan teman sebayanya untuk mendapatkan masukan terhadap tulisan yang dibuatnya dengan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh guru.
d.      Guru harus memberikan penilaian terhadap satu ide yang spesifik berkaitan dengan materi yang disampaikan.
e.       Guru harus membaca dan menuliskan satu komentar positif.
f.       Guru memberikan sebuah saran.


UJIAN NASIONAL TAHUN 2015

UJIAN NASIONAL TAHUN 2015

Walaupun sudah berganti Menteri Pendidikan, nampaknya Ujian Nasional masih akan tetap dipertahankan oleh Menteri yang baru. Soalnya, sampai sekarang belum ada tanda-tanda Ujian Nasional akan dihentikan. Daripada pusing mikirin Gonjang-Ganjing Penghentian Ujian Nasional, mendingan guru-guru mempersiapkan siswanya sedini mungkin buat menghadapi Ujian Nasional yang bakal digelar sekitar bulan April 2015 mendatang. Berikut ini, saya berikan link kisi-kisi Ujian Nasional yang telah diluncurkan oleh BSNP.


Selain itu, ada baknya sekolah juga mempelajari pos-pos Pelaksanaan Ujian Nasional Tahun 2015. Walaupun masih seperti petunjuk yang lama, setidaknya dengan mempelajari pos-pos Pelaksanaan Ujian Nasional, sekolah dapat dengan matang menyiapkan kesuksesan UN di sekolahnya masing-masing. PEDOMAN KELULUSAN PESERTA DIDIK DAN PEDOMAN PELAKSANAAN UAS DAN UN TAHUN 2015

MGMP BAHASA INDONESIA







Keterangan Gambar:
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia
Kabupaten Ogan Ilir

Indralaya, Ogan Ilir:
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sebagai salah satu sarana pengembangan diri dan profesionalitas yang wajib diikuti oleh para guru Bahasa Indonesia di Kabupaten Ogan Ilir. Setelah diterapkannya sistem kenaikan pangkat berdasarkan penilaian kinerja guru per Januari 2013, keikutsertaan dalam MGMP menjadi wajib bagi setiap guru di Kabupaten Ogan Ilir. Kegiatan MGMP itu sendiri dilaksanakan dalam beberapa kali pertemuan. Setiap pertemuan menghadirkan pembicara (narasumber) dari berbagai latar belakang pendidikan dan instansi yang berkompeten di bidangnya. Pada akhir pertemuan dilaksanakan acara puncak berupa Diseminasi Hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Diseminasi hasil penelitian diselenggarakan dalam rangka mengaplikasikan segala teori yang pernah didapat selama beberapa kali pertemuan MGMP. Bersamaan dengan penutupan kegiatan MGMP, setiap guru akan mendapatkan sertifikat sebagai bukti fisik keikutsertaan dalam kegiatan MGMP.

Cerpen



Cerpen ini pernah dimuat di My Story Metro Riau

 

Syahidku di Halte Bus Kota



Oleh Alamsari

Udara malam itu begitu menusuk sampai-sampai menggigilkan badanku. Kesendirianku hanya bertemankan malam yang tak kunjung padam. Sunyi senyap, sesekali diiringi oleh nyaringnya deru mesin kendaraan yang melintas tepat di depan tempat aku berbaring untuk beristirahat sejenak melepas penat dan letih setelah berjalan seharian.
Sakit yang menyusup di tubuhku sedikit demi sedikit mulai kurasa. Sungguh begitu menyiksa. Hanya tabah dan tegar saja yang kupunya sebagai modal bagiku mengarungi detik-detik perjalananku di dunia fana ini.
*******
Malam itu, kuhempaskan ragaku di sebuah halte bus kota. Keletihan yang menyertai langkahku dalam mengarungi kerasnya jalanan kota ini telah menuntunku untuk beristirahat sejenak melepaskan pegalnya jantung betisku.
“Ya! Mungkin malam ini aku akan tidur di sini.”
Gulitanya malam turut menemani peraduanku. Tak ada seorang pun juga di sana. Hanya aku sendiri. Ya! Hanya aku yang masih setia menemani gulitanya malam. Mengiringi lantunan nada-nada  sepi dan hanya aku yang masih setia mendengarkan bisikan angin yang berpesan syahdu padaku.
Aku menghela nafas dalam-dalam. Perlahan-lahan kubaringkan tubuhku yang sudah tak bertenaga ini di atas tempat duduk halte itu. Dingin rasanya karena tempat duduknya terbuat dari semen berlapis marmer putih berdebu. Kepalaku kusandarkan di atas sebuah bontel. Ya! Itu adalah bontel bajuku; satu-satunya harta berharga yang masih kumiliki. Di dalamnya ada dua lembar baju yang sudah sobek di bagian ketiaknya. Ada juga celana jeans yang sudah kusam warnanya. Sebuah pasta gigi dan tak lupa sepasang sandal butut yang sudah hamper putus talinya.
Malam itu, aku merasa sangat kesepian. Namun kulawan kesepian itu dengan sisa ketegaran yang kumiliki.
“Aku harus tegar.”
“Ini kota metropolitan, hanya orang-orang yang tegar sajalah yang mampu bertahan.”
Hembusan angin kurasa semakin menggigilkan tubuhku. Kumencoba mendekap tubuhku dengan kedua tanganku. Kaki yang tadinya selonjoran, kini kutarik.
“Semoga tubuhku tak terlalu menggigil.” Pikirku.
Namun dingin yang mendekapku masih enggan menjauh. Tubuh yang memang sudah dingin semakin menjadi dingin sampai-sampai tubuhku seolah-olah mati rasa. Namun aku harus tetap bertahan.
“Kau harus tegar Alif; Kau harus tegar.” Aku terus menyemangati diriku sendiri berharap mampu melewati pahitnya kehidupan malam ini.
Kumentap redup ke atas langit. Terlihat bentangan alam raya yang begitu luas mengangkasa. Bintang-bintang kerlap-kerlip bertebaran memenuhi langit. Bulan memancarkan sinarnya sehingga bumi sedikit terang olehnya.
“Maha Suci Engkau Tuhanku.” Ucapku takjub atas kemegahan mahakarya Tuhanku.
Aku tahu, Tuhan tak pernah alfa memandang; Tak pernah luput  mengawasi hamba-hambanya. Begitu pula padaku, Tuhan tak pernah ragu memandangku dengan penuh kasih dan sayang walau sering aku yang terkadang lupa dan berpaling pada-Nya.
Malam itu kurasa akan menjadi malam yang begitu panjang untuk kulalui. Namun, detik-detik waktu terus bergulir; Saat waktunya tiba pasti mentari akan menyambut pagiku dengan sinar indahnya.
********
Mataku masih terpejam. Namun aku masih bisa merasakan kaki, tangan, dan tubuhku yang membeku. Aku pun juga tahu kalau saat itu, mentari pagi telah menyeruak dari persemayamannya. Ingin rasanya kumembuka mata; menyambut datangnya sang mentari. Tapi tenaga yang kumiliki tak cukup lagi membuatku mampu menggerakkan kedua kelopak mataku. Semenjak aku terusir dari gubukku, sudah tiga hari aku tak makan. Ya! Aku terusir dari rumahku. Rumah yang sudah reyot dengan mudah diluluhlantakkan oleh gagahnya mesin buldoser.
“Katanya sih biar kota ini menjadi lebih bersih dan rapi.”
“Tapi bukan begitu caranya.”
Mereka tak tahu, rumah-rumah itu; yang mereka anggap ilegal dan kumuh adalah satu-satunya tempat bernaung bagi orang-orang tak berdaya sepertiku. Orang-orang lemah seharusnya dilindungi dan diayomi. Itu merupakan tugas utama pemerintah. Katanya orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara tapi nyatanya orang-orang seperti kami malah dibuang. Apakah memang sudah kodratnya yang kuat menindas yang lemah. Mungkin pula sudah takdirnya orang-orang pinggiran seperti aku dan yang lainnya diabai dan dilupakan. Apakah?
“Ah….Sudahlah aku bingung memikirkannya.” Namun yang jelas aku dan yang lainnya adalah kaum yang terzolimi.
Sakit itu! Sakit yang mendera malamku kala itu, kini perlahan kembali kurasa. Perlahan-lahan tapi pasti, aku mulai merasakan sakit yang menjalar di seluruh kujur tubuhku. Aku tak tahu pasti sakit apa ini. Namun aku hanya tahu kalau sakit yang kualami ini semakin menggila, menggerogoti cekingnya tubuhku ini. Aku mulai meringis kesakitan. Kupegang perutku! Rasanya sakit sekali. Entah, mungkin ini hanyalah sakit karena lapar berhari-hari tak makan.
Aku semakin merintih. Sungguh sakit. Sungguh sakit sekali. Air mata kelelakianku tak mampu kubendung. Itu adalah air mata kepedihanku dalam mengarungi kejamnya dunia ini. Air mata yang sebenarnya tak pantas aku keluarkan hanya untuk meratapi hidup.
Sesekali aku batuk. Mulanya aku mengangggap batuk itu hal yang wajar. Mungkin karena telah bermalam-malam tidur diterpa angin, jadi paru-paruku menjadi basah. Tapi, betapa terkejutnya aku, ketika genangan merah kental meluncur bersamaan batukku tadi. Aku batuk darah!
Kecemasan semakin menghantui diriku. Aku masih penasaran dan semakin bertanya-tanya sakit apakah yang aku derita?
“Semoga sakit ini hanya sakit biasa saja dan akan segera hilang bersamaan waktu yang terus berjalan.”
Saat itu memang sudah cukup pagi. Kalau kumelihat condongnya sinar mentari sepertinya saat itu sudah sekitar pukul sembilan.
“Ya! Itu adalah waktu yang cukup lama untuk kulalui.”
Aku terus meringis kesakitan. Aku menangis mengiba. Tapi tiada seorang pun yang peduli pada keberadaanku. Padahal, aku tahu disekitarku banyak orang-orang yang sedang lalu lalang, silih berganti naik dan turun dari bus kota. Tapi mereka tak peduli akan rintihanku. Akupun juga tak mau berharap pada mereka.
“Sekarang ini zaman edan, orang-orang sudah sibuk mengurusi diri mereka masing-masing.”
Ya! Aku memang seorang gelandangan. Jadi tak pantas aku mendapat iba.
Kesadaranku semakin jauh. Kurasa sakit yang melandaku dengan begitu dahsyatnya semalam sudah melumpuhkan syaraf-syarafku. Tubuhku juga masih membeku. Bahkan kini tubuhku juga mulai membiru. Aku terus bergulat dengan sakit itu. Berulang kali kucoba membolak-balikkan tubuhku untuk melawan rasa sakitku. Namun apa daya, aku tak punya tenaga.
Samar-samar seorang wanita berkerudung biru perlahan mendekatiku. Diberikannya aku sepotong roti. Mungkin ia tahu kalau aku kelaparan. Namun sungguh sayang, ketulusan hatinya tak mampu aku balas dengan etika selayaknya. Roti pemberiannya tak sanggup kugubris. Aku sudah tak sanggup memikirkan apapun termasuk roti itu. Yang kurasa hanyalah sakit dan sakit saja.
Melihatku yang tak merespons apa-apa, wanita itupun meletakkan roti yang diberikannya di samping tubuhku. Lalu ia perlahan pergi meninggalkan pucatnya tubuhku ini.
Aku batuk lagi, kali ini darah yang keluar cukup banyak. Lebih banyak dari yang tadi. Orang-orang  yang ada di sekitarku tampaknya merasa jijik dengan batukku itu. Mereka berhamburan kesana-kemari. Mencari posisi yang cukup jauh dari tempatku.
“Jijik! Jijik! Ya! Wajar saja kalau mereka merasa jijik kepadaku”
Tubuhku semakin lemah tak berdaya. Aku juga semakin hilang kesadaran. Sayup-sayup kudengar suara seorang wanita yang berkata pada teman lelakinya.
“Aduh, kasihan sekali orang itu! Ayo tolonglah dia!”
“Ya! Kita harus bagaimana lagi? Kita kan juga tidak bisa berbuat apa-apa. Mau dibawa ke rumah sakit, siapa yang akan menanggung biayanya? Lagian, sebentar lagi kitakan ada jam kuliah, nanti kita terlambat”
Mendengar ucapan itu, aku sedikit bergembira. Ya! Aku bergembira karena setidaknya masih ada yang peduli dengan nasibku.
“Aku sungguh bahagia”
“Tuhan, Engkau memang Maha Pengasih lagi Penyayang pada hamba-Mu. Karena itu kasihanilah aku dan masukkan aku ke surgamu dengan rahmatmu.”
Tubuhku semakin lemah. Aku sungguh tak berdaya.
“Biarlah, akan kuhabiskan waktuku bersama sakit ini.”
Angin semilir, menghembus ke arahku. Sungguh sejuk sekali. Daun-daun berguguruan dari dahan pohon yang berada di samping halte bus kota. Pun deru mesin kendaraan turut menghias hariku melalui detik-detik tarikan nafasku.