Puasa dan
Pembentukan Karakter Bangsa
Alamsari, M.Pd.
(Guru SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir)
“Puasa
itu bukan hanya sekedar menahan lapar atau dahaga, melainkan juga menahan hawa
nafsu. Puasa adalah wasilah untuk menempa jiwa-jiwa menjadi pribadi yang
berkarakter bangsa. Melalui karakter yang kuat, Indonesia akan semakin maju dan
beradab.”
“Selamat datang Ramadhan. Selamat datang bulan puasa”.
Alhamdulillah, pada tahun ini kita kembali berjumpa dengan bulannya Allah;
bulan yang sungguh istimewa—selalu dinanti-nanti seluruh orang di penjuru
negeri. Sebagai euphoria tahunan, tak heran jika masyarakat menyambutnya dengan
penuh kegembiraan. Namun, ada yang begitu memiriskan hati—sama seperti
tahun-tahun sebelumnya, puasa tahun ini pun kita (bangsa) masih saja didera
oleh krisis akhlak yang merajalela.
Tak disangkal lagi, kita semua sepakat bahwa korupsi begitu lumrah
terjadi hampir di semua lini. Pembunuhan, pemerkosaan, hampir tak pernah absen
dalam keseharian. Masyarakat masih begitu mudah berpecah belah. Harta dan
jabatan masih menjadi thogut (Tuhan)
dalam kehidupan. Toleransi sudah tak ada lagi. Kekerasan dijadikan satu-satunya
solusi memecahkan masalah. Bukan perkara mudah menemukan orang jujur karena
akhlak kita (masyarakat) perlahan hancur. Sungguh Ironis! Bangsa kita masih
saja terjatuh dalam lubang yang sama; digerus degradasi karakter bangsa. Lalu
kemanakah jerih payah puasa yang dilakukan selama ini?
Sebagai bangsa dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia—puasa
sebenarnya dapat menjadi media yang sangat ampuh untuk mengatasi segala
problema kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang melanda negeri
kita. Namun faktanya? Walaupun penduduk Muslim Indonesia begitu besar adanya, toh
tak mengubah apa-apa. Sebabnya, masih saja banyak di antara kita yang
menganggap puasa hanyalah sekedar formalitas—hanya sekedar persyaratan keimanan
keagamaan saja yang musti dituruti agar kita (Muslim) dapat dikatakan manusia “beragama”
dalam pandangan Muslim lainnya. Sangat sedikit sekali di antara kita yang
memahami bahwa berpuasa itu hakikatnya bukanlah hanya sekedar menahan lapar dan
dahaga, melainkan pula menahan diri dari hawa nafsu (sifat-sifat keburukan)
sebagaimana yang telah disabdakan Rosulullah SAW.
Manfaat
Puasa
Tak diragukan lagi—sebagai suatu kewajiban yang sumbernya langsung
dari Allah—tentunya perintah berpuasa mengandung kebaikan untuk manusia baik bagi
raga maupun jiwanya. Bagi raga, telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa
puasa itu memang sangat baik untuk kesehatan. Tak diragukan lagi, puasa dapat
membantu seseorang mengurangi beban kerja organ-organ tubuhnya. Puasa juga
dapat membersihkan tubuh dari berbagai jenis racun dan juga dapat membantu
mempercepat proses penyembuhan bermacam-macam penyakit.
Bagi jiwa, berpuasa sangat bermanfaat sebagai alat pengendalian diri
(kontrol)
bagi individu. Pengendalian diri dalam arti mencegah keinginan (hawa nafsu)
untuk melakukan perbuatan yang keji dan mungkar. Adanya larangan-larangan yang
harus dijauhi bagi orang-orang yang berpusa, seperti berdusta, bergosip,
berzina, korupsi, membunuh, dll—menjadikan puasa begitu efektif untuk membentuk
karakter bangsa yang beriman, bertakwa, dan beradab. Seseorang yang berpuasa
tentu akan terbiasa untuk menahan emosi atau amarah. Selain itu, kebaikan-kebaikan
yang dilakukan selama bulan suci, seperti bersedekah, membantu sesama, sholat
lima waktu, mengaji—semakin menempa manusia menjadi pribadi yang senantiasa
mengamalkan kebaikan-kebaikan dalam kesehariannya.
Contoh sederhana saja, secara kasat mata, kita tentu dapat
membandingkan betapa kondusifnya kehidupan bermasyarakat di bulan puasa
dibandingkan dengan sebelas bulan lainnya. Jika di bulan-bulan sebelumnya,
masyarakat kita begitu bringas dalam bersikap maupun bertindak, di bulan puasa
sikap maupun tindak masyarakat kita berubah menjadi santun dan penuh kasih sayang.
Tak hanya itu, tingkat kriminalitas yang begitu tinggi pada bulan-bulan
sebelumnya, di bulan puasa tingkat keriminalitas itu setidaknya semakin berkurang. Alasannya
mudah saja—masyarakat kita berlomba-lomba berbuat kebajikan dan juga berlomba-lomba
menjauhkan keburukan.
Puasa
dan Pembentukan Karakter Bangsa
Sejarah membuktikan, kehancuran
suatu bangsa diawali dengan hancurnya moralitas masyarakatnya. Bangsa yang
bermartabat dan maju, tentunya dapat dilihat dari adat, sikap, dan perilaku
masyarakatnya. Ki Supriyoko dalam tulisannya
Membangun Kembali Karakter Bangsa, pernah mengutip sebuah kalimat bijak "When
wealth is lost, nothing is lost; when health is lost,
something is lost; (but) when character is lost everything is lost".
Maksudnya "Ketika kekayaan hilang, tidak ada yang hilang; ketika kesehatan
hilang,ada sesuatu yang hilang; (namun) ketika karakter hilang, segalanya telah
hilang. Benar adanya, jika karakter yang seharusnya melekat pada jati diri
masyarakat sudah hilang, tak tahu lagi akan jadi apa bangsa kita ini.
Sebagai
media pembentukan karakter bangsa, puasa merupakan pendidikan atau palatihan
yang sangat tepat. Sebulan puasa, sudah cukup ampuh untuk menempah jiwa-jiwa
penuh dosa menjadi jiwa-jiwa yang murni. Puasa akan mengembalikan manusia kepada
fitrah (kesucian), seperti awal penciptaannya di dunia. Puasa adalah alat untuk
memanusiakan manusia; menjadikan manusia yang selalu penuh cinta baik kepada
seesama maupun pada alam sekitarnya.
Tak
dapat dipungkiri, puasa yang berdimensi horisontal memang sangat erat kaitannya
dengan kesalehan sosial. Pahala yang berlipat-lipat yang diberikan oleh Allah SWT
bagi siapa saja yang melakukan kebaikan (walaupun sebiji zarrah), menjadikan
kita berlomba-lomba melakukan amal ibadah. Berderma, menyantuni fakir miskin,
dan anak yatim, bersikap sabar dalam menerima setiap cobaan—secara tidak langsung
menjadikan diri kita sebagai pribadi yang kritis; yang peduli akan sesama.
Puasa yang begitu sarat dengan pesan moral, seperti pengendalian diri,
kejujuran, kesabaran, tenggang rasa, dan dan solidaritas untuk menolong sesamanya
yang kesusahan akan membentuk karakter masyarakat kita menjadi masyarakat
(bangsa) yang saleh, bersatu dan teguh.
Akhirnya,
kembali mengutip hadis Rosulullah SAW "Beberapa banyak orang yang berpuasa
namun hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja " (HR Ibnu Majah). Sudah
saatnya, bukan hanya masyarakat namun juga Indonesia—bersama-sama kita berpuasa
dengan sebenar-benarnya. Jangan sampai puasa kita tahun ini hanya menjadi
seperti yang diriwayatkan Rosulullah tadi. Bukankah kita tidak ingin jika setelah
bersusah-susah payah berpuasa sebulan lamanya—kita menjadi insan yang suci di hari yang fitri. Dengan
kesucian yang kita dapatkan itu menjadikan pribadi kita sebagai pribadi yang
berkarakter bangsa. Karakter yang kuat menjadikan Indonesia maju dan
bermartabat. Selamat berpuasa!
nice infonya
ReplyDeleteThanks y
ReplyDelete