SEKOLAH NEGERI KALAH UNGGUL
Alamsari, M.Pd.
(Guru SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir,
Pengurus MGMP SMP Bahasa Indonesia, Ogan Ilir)
“Sekolah negeri
memiliki banyak peluang untuk menjadi berkualitas. Seharusnya sekolah negeri
justru mampu menjadi lebih maju dibanding sekolah swasta. Akan tetapi sekolah negeri seolah tak berdaya. Tak heran, di beberapa
tempat sekolah negeri mulai ditinggalkan peminatnya”
Pilih negeri atau swasta? Siswa di hampir kebanyakan
sekolah di Jawa akan pilih bersekolah di swasta. Siswa unggul
berbondong-bondong masuk sekolah swasta. Sekolah negeri hanya menjadi pilihan
kedua. Lalu bagaimana dengan sekolah negeri di Sumsel? Sama saja. Walaupun
mungkin tidak seekstrem seperti di Jawa.
Di Palembang kondisinya masih cukup baik. Sekolah negeri
masih cukup perkasa. Mereka mampu mempertahankan kualitas institusinya. SMA 17
dan SMA Sumsel misalnya. Sekolah itu terkenal dengan kualitas pendidikannya
yang nomor wahid. Kualitasnya sudah tak diragukan lagi. Banyak generasi unggul
yang telah berhasil dicetaknya. Namun sayang, mahalnya biaya bersekolah disana
seolah menciptakan pemakluman "wajar jika". Wajar jika sekolah itu
bagus toh biayanya juga jutaan rupiah.
Sebenarnya apa masalahnya sehingga sekolah negeri seolah
sulit menjadi sekolah berkualitas jitu? Sekolah negeri
seharusnya beruntung. Mengapa? Pertama:
Sekolah negeri mendapatkan dana Bantuan Operasional Siswa (BOS) yang besarnya
bergantung jumlah siswa. Besaran BOS yang diterima bervariasi mulai dari Rp. 800
ribu sampai Rp. 1.200 ribu per siswa/tahun. Sekarang bayangkan! Jika di suatu
sekolah ada seratus murid berapa jumlah dana bantuan yang didapat?
Kedua: Ini yang penting. Sekolah negeri memiliki
tenaga pendidik dan kependidikan yang sebagian besar berstatus pegawai negeri.
Apa artinya? Artinya gaji mereka telah dibayar oleh pemerintah. Dengan
demikian, sekolah dapat menghemat penggunaan dana karena tak perlu pusing lagi
memikirkan biaya untuk gaji para gurunya. Lain halnya dengan sekolah dimana
mayoritas pendidik dan tenaga kependidikannya berstatus honorer. Tentu dana
yang didapat akan terserap untuk pembiayaan gaji mereka.
Ketiga: Peluang mendapat bantuan terbuka lebar. Hampir
semua sekolah negeri di kab/kota pernah menerima bantuan pembangunan. Di beberapa
sekolah yang statusnya unggulan, bantuan yang diberikan bahkan sangat berlimpah
sehingga sekolahnya dapat terlihat sangat megah.
Jika demikian, lalu mengapa sekolah negeri seperti tak
berdaya? Menurut hemat saya, ada beberapa penyebab mengapa sekolah negeri sulit
berkualitas dibanding sekolah swasta. Pertama:
Sekolah negeri memiliki semua peluang untuk menjadi sekolah dengan kualitas
tangguh JIKA sekolah itu MAU. Nyatanya? Saya katakan bahwa hampir kebanyakan
sekolah negeri sepertinya memang tak mau maju. Mengapa saya katakan begitu?
Lihat di lapangan. Berapa banyak sekolah yang benar-benar dimanajemen dengan
baik? Sedikit sekali jumlahnya. Kebanyakan sekolah negeri dipimpin oleh kepala
sekolah yang kurang memiliki kompetensi mumpuni. Jika ditelisik lebih seksama,
hampir sebagian besar kepala sekolah yang ada tidak melalui sistem seleksi
terlebih dahulu. Jika demikian, dapat kita tebak bagaimana kinerjanya? Hampir
tak ada ide kreatif dan inovatif yang dikeluarkannya. Mereka hanya sekedar
mengandalkan program kerja biasa namun menurutnya sudah luar biasa karena kepala
sekolah tersebut memiliki pengetahuan dan wawasan yang sempit.
Kedua: Dengan anggaran yang telah tersedia melalui
dana BOS seharusnya sekolah negeri justru lebih mudah melangkah dalam memajukan
sekolah. Bandingkan dengan sekolah swasta yang notabenenya harus pusing
menyisihkan anggaran untuk memajukan sekolahnya. Namun nyatanya? Kebanyakan sekolah
negeri selalu berdalih tak punya anggaran untuk membiayai segala program peningkatan
kualitas sekolahnya. Padahal, jika kepala sekolah tersebut cerdik cendikia,
saya yakin berapapun dana BOS yang didapat tentu bisa dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya. Di sisi lain—dengan alasan keterbatasan anggaran, sedikit
sekali sekolah negeri yang memberikan apresiasi sepantasnya kepada guru dengan
kinerja bagus. Segala macam pelatihan hampir tak pernah difasilitasi oleh
sekolah. Guru harus berjuang sendiri jika ingin berkembang maju. Hasilnya, banyak
guru yang sebenarnya berkompetensi justru tidak dapat berkembang.
Lalu masih adakah alasan bagi sekolah negeri untuk tidak
berkualitas? Satu-satunya alasan adalah karena memang sekolah negeri membiarkan
dirinya terjebak dalam kondisi biasa. Mereka merasa tak memiliki beban untuk
meningkatkan kualitas instituasinya karena memang tak ada efek berarti bagi
mereka. Toh, bagi mereka sekolah negeri akan tetap diminati karena biaya
pendidikannya gratis walaupun tidak berkualitas sekalipun. Berbeda halnya
dengan sekolah swasta—jika tidak berkualitas maka akan ditinggalkan oleh
peminatnya.
Dalam suatu seminar pendidikan seorang narasumber yang
sekaligus pakar pendidikan pernah bertanya "Siapa disini yang sekolahnya
sekolah unggulan?". Tak ada seorangpun yang menunjuk. Padahal saya tahu
banyak diantara yang hadir adalah kepala sekolah unggulan. Mengapa mereka tidak
berani menunjuk? Hal tersebut membuktikan memang hampir tak ada sekolah negeri
yang benar-benar berkualitas dalam arti seutuhnya. Berkualitas sarana dan
prasarananya serta berkualitas dalam hal sumber daya manusianya.
Kepala sekolah, guru,
siswa, dan dana merupakan modal utama dalam membangun sekolah
berkualitas unggul. Namun diperlukan kerjasama yang baik antar elemen tersebut sehingga
mampu menciptakan sekolah sesuai visi/misi yang diharapkan. Sudah saatnya sekolah negeri berbenah.
Berangsur pulih dari penyakit kronis yang dideritanya.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMungkin gara dibayar pemerintah..
ReplyDelete