Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Wednesday, 16 December 2015

REVOLUSI MENTAL ALA PENDAMPINGAN KURIKULUM 2013 CLUSTER INDRALAYA TAHUN 2015

Apa yang salah dengan pendidikan kita? Sejak tahun 2013, Mendikbud telah melakukan penyempurnaan terhadap Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013 (Kurtilas). Perubahan Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013 tersebut sebagai bentuk penyempurnaan kurikulum sebelumnya yang dianggap tidak dapat memberikan hasil sesuai harapan yang diinginkan. Kurikulum 2013 ini dianggap mampu menjadikan pendidikan Indonesia menjadi lebih maju dan mamou menjadikan lulusan Indonesia sebagai lulusan yang berkualitas, berkarakter, dan berwawasan luas.
Benarkah? Pada tahun 2015 ini, saya bersama teman-teman guru yang tergabung dalam Tim Pengembang Kurikulum (TPK) Kabupaten Ogan Ilir, berkesempatan memberikan pendampingan terhadap guru-guru dari sekolah Induk dan sekolah Imbas yang berada dalam naungan sekolah Cluster Indralaya. Program pendampingan ini merupakan program yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan cara memberikan kucuran dana terhadap sekolah-sekolah yang telah menerapkan Kurikulum 2013. Sekolah-sekolah yang mendapatkan dana tersebut dipilih dari setiap kabupaten/kota berdasarkan data yang tertera dalam Dapodik. Sekolah yang dinyatakan sebagai penerima dana pendampingan, akan diberikan bantuan dana sejumlah yang ditentukan.

Saya Bersama Narasumber Pendampingan Kurikulum 2013
Dalam kesempatan pendampingan (IN Service), saya bersama teman-teman TIM menyampaikan materi tentang Rancangan dan Pengolahan Nilai. Dalam kesempatan itu, guru-guru diberikan wawasan mengenai bentuk-bentuk penilaian yang dipersyaratkan dalam Kurikulum 2013, yakni penilaian sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Melalui permen 104 tahun 2014, guru-guru dikenalkan jenis-jenis dan teknik penilaian, dan bagaimana melakukan pengolahan nilai tersebut untuk dituangkan ke dalam laopran hasil belajar siswa (RAPOR).
Dari raut wajah dan reaksi guru-guru peserta pendampingan, kami sangat paham bahwa mereka pada umumnya telah tahu dan mengerti tentang teknis penilaian dalam Kurikulum 2013 tersebut. Apalagi setelah diberikan penguatan, tentunya guru-guru semakin bertambah paham. Untuk itu,  dalam kesempatan tersebut, saya lebih menekankan guru tentang bagaimana menciptakan proses penilaian yang baik dan berkualitas ketimbang bagaimana mengolah hasil penilaiannya. 
Guru-guru kita sebenarnya telah tahu betul tentang penilaian dalam Kurikulum 2013 akan tetapi sedikit dari mereka yang tahu dan paham apa makna dan bagaimana melakukan penilaiannya. 
Contoh kasus:
Penilaian Sikap:
Kebanyakan guru-guru yang menerapkan Kurikulum 2013 hanya sekedar melakukan penilaian sikap saja secara langsung berdasarkan format penilaian sikap yang sudah ada. Ketika mereka masuk kelas, dengan berbekal lembar observasi yang sudah disipakan mereka langsung melakukan penilaian sikap. Betulkah cara mereka?
Ada hal yang perlu dipahami oleh guru-guru kita. Penilaian sikap tidak semudah membalikkan telapak tangan. Untuk itu, kita harus paham antara sikap sebagai perilaku atau perbuatan dan sikap sebagai karakter. Dalam Kurikulum 2013, sikap yang diinginkan bukan sekedar sikap yang merupakan perilaku saja akan tetapi sikap yang diinginkan adalah sikap yang merupakan karakter dari seorang siswa, seperti Disisplin, Tanggung Jawab, Religius, Memiliki Rasa Sosial, dll. 
Jika kita telah bersinggungan dengan karakter, maka penilaian sikap akan jauh lebih kompleks dari yang terlihat. Sikap yang merupakan karakter tentu tidak akan dapat dinilai hanya sekali atau dua kali saja. Akan tetapi butuh waktu yang lama untuk melakukan penilaian sikap sehingga guru betul-betul yakin bahwa siswa benar-benar meiliki karakter ini dan itu. 
Sebagai bagian yang diintergrasikan dalam pembelajaran, sebelum dinilai, sikap seharusnya diajarkan terlebih dahulu. Mana mungkin kita mengharapkan siswa meiliki sikap terpuji bila siswa itu sendiri tidak paham apa dan bagaimana sikap terpuji itu. Untuk itu, sikap harus diajarkan dengan diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Bentuknya bisa berbagai cara, seperti pembiasaan sikap-sikap (berdoa, pembersihan, apel pagi, dll) sebelum masuk kelas, menceritakan kisah-kisah yang mengandung nilai moral selama lima menit, atau dapat pula dengan merancang bahan ajar yang mengajarkan nilai-nilai moral (karakter)  sehingga siswa mengalami pembelajaran bermakna.
Penilaian Pengetahuan:
"Apa beda siswa dengan nilai 6 dan 7?" tanya saja pada peserta. Mereka diam tak bisa menjawab. Mereka bingung dengan pertanyaan saya. Pertanyaan sederhana namun mendalam bagi mereka yang mengetahui. Nilai pada hakikatnya adalah bias. Nilai belum tentu dapat menggambarkan kondisi siswa yang sebenarnya. Siswa yang mendapat nilai 6 belum tentu kemampuannya lebih rendah dibandingkan siswa yang mendapat nilai 7. Maka dari itu, di dalam Kurikulum 2013, guru hendaknya memiliki "rasa curiga" terhadap hasil yang dicapai oleh siswanya. Guru hendaknya jangan merasa cepat puas apalagi sampai memvonis siswa ini bodoh atau siswa ini pintar. Untuk itu, guru dituntut dapat merancang instrumen penilaian dengan tepat. Kemampuan merancangan istrumen penilaian tersebut akan menentukan apakah hasil yang dicapai oleh siswa sesuai dan menggambarkan kondisi siswa sepenuhnya atau tidak. 
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang masih baru. Tentu saja, untuk memahaminya perlu diadakan pembekalan melalui pelatihan yang berkelanjutan. Butuh waktu lama sehingga guru-guru benar-benar mampu melaksanakan Kurikulum 2013 sesuai yang diinginkan oleh Pemerintah. Semoga saja ke depan pendidikan kita akan semakin maju. Untuk itu, marilah kita menjalin kerjasama dan berupaya sekuat tenaga mensukseskan pengimplementasian Kurikulum 2013 di sekolah kita masing-masing.  Sudah saatnya guru-guru mengubah pola pikirnya menjadi lebih maju. Amin! Jayalah pendidikan Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!