Jangan Ada Lagi Orangtua yang Lalai Terhadap Anaknya
(Perlunya Peran Keluarga dalam Pembentukan
Akhlak Mulia bagi Anak)
Alamsari, M. Pd.
(Guru SMPN 4
Rantau Panjang)
![]() |
(sumber:https://www.liputan6.com/citizen6/read/2555157/orangtua-lalai-jempol-tangan-anak-jadi-korban) |
Sebelumnya, akan saya tuturkan dua peristiwa yang pernah
saya alami. Kejadian
pertama: di sebuah sekolah, seorang siswa berbuat ulah. Ia menendang meja.
Meja itu patah. Wali kelas memanggil anak itu dan mengirimkan surat panggilan
untuk orangtuanya. Esok hari, ayah si anak datang menghadap. Wali kelas
menceritakan kronologi kejadian. Setelahnya, ayah si anak menepuk pundak
anaknya itu lalu berkata “Bagus, Nak. Begitulah seharusnya jadi lelaki. Kalau
nanti gara-gara ini kau tak naik kelas, tusuk saja gurumu satu per satu”. Kejadian kedua:
seorang anak gadis bercengkrama dengan ibunya. Ia mengeluarkan handphone lalu
menunjukkan sebuah video. Video itu berisi adegan mesra. Si anak gadis nampak
berpelukan dan berciuman dengan kekasihnya. Si ibu yang menonton video itu
menanggapi santai saja. Tertawanya begitu lepas, puas.
Masih
segar di telinga kita ketika para orangtua dikejutkan dengan ulah seorang bocah
SD beranjak dewasa (13 tahun) di Tulung Agung Jawa Timur yang menghamili
kekasihnya yang duduk di bangku SMP. Peristiwa yang membuat masyarakat
Indonesia khususnya orangtua begitu geram. Pasalnya, peristiwa tersebut terjadi
tak lain akibat buruknya perangai orangtuanya. “Biar saja dia jadi korban
burung anakku yang baru disunat” begitulah kira-kira ucapan bapak sang bocah
ketika dinasehati tetangganya. Orangtua macam apa seperti itu?
Baiklah!
Mari kita ambil hikmahnya. Ada pelajaran penting yang harus kita ambil dari
berbagai peristiwa tersebut. Bahwa akhlak atau moral anak adalah mutlak
tanggung jawab orangtua, sepakat! Baik atau buruknya akhlak seorang anak
bergantung pada bagaimana orangtuanya mendidik dan mengarahkan. Sebagaimana
teori Tabula Rasa yang jelas menyebutkan bahwa seorang anak yang baru
dilahirkan adalah ibarat kertas putih, Ia bersih. Di tangan orangtuanyalah,
anak akan menjadi apa saja seperti yang diinginkan.
Seperti halnya bangunan, dalam sebuah keluarga, orangtua
adalah pondasi utama. Kuat pondasi itu, kokohlah bangunannya. Rapuh pondasi
itu, luluh lantaklah bangunannya. Sebagai bangsa berbudaya dan beragama, pola
pendidikan dalam keluarga adalah berbasis ketimuran. Artinya, setiap tingkah
laku perbuatan harus sejalan dengan adab atau norma yang berlaku. Untuk itu,
orangtua perlu memberikan pembekalan nilai dan moral serta menunjukkan teladan
yang baik guna pembentukan akhlak mulia pada anaknya.
Terus terang saya merasa sedih dengan kondisi akhlak
sebagian besar anak negeri saat ini. Rasanya terlalu sering saya melihat anak
gadis yang tanpa risih bepergian dengan memakai baju seksi you can see (baca:tembus
pandang). Memakai celana pendek, ngetat, sehingga
nampaklah paha dan bentuk pinggulnya. Belum lagi rambutnya yang diwarna-warni.
Anak lelaki banyak yang gondrong rambutnya hingga hampir tak dapat saya
bedakan, dia pria atau wanita. Anak zaman sekarang pergaulannya sudah begitu
bebas dan bablas.
Duduk berduaan, pegangan tangan, ciuman, pelukan, bahkan berakhir dengan
“kumpul kerbau”. Banyak pula anak muda yang gaya hidupnya hanya mengumbar
kemewahan harta, meggunakan otot tanpa otak, dan menjunjung tinggi egosime,
jauh dari kesederhanaan.
Realita semacam itu hanya mungkin terjadi jika orangtua
sudah menjadi wong edan.
Dan memang, saat ini banyak orangtua yang telah edan. Mereka tidak lagi menjadi
si empunya anak
dan tidak ambil pusing dengan pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Disinilah
peran orangtua akan terlihat. Orangtua berkewajiban untuk menyelami kehidupan
anak, mengamankan tumbuh dan kembangnya hingga mencapai pribadi dengan jiwa
yang matang. Ibarat menabur benih, tidak bisa dibiarkan begitu saja, berharap
hujan turun membasahi bumi, lalu benih tumbuh subur dan menghasilkan buah yang
manis. Tidak seperti itu! Benih harusnya ditanam, diberi pupuk, disirami,
dirawat, dijaga dari segala hama, barulah benih dapat tumbuh menghasilkan buah
yang manis.
Upaya menjadikan anak sebagai seorang dengan pribadi yang
matang dan berakhlak mulia adalah suatu usaha sadar. Mendidik anak harus
dilakukan dengan kejernihan pikiran dan kejelasan tujuan mau dibawa kemana anak
ke depannya. Katakanlah seperti visi dan misi. Dengan visi dan misi yang jelas
dan terarah, anak akan menjadi seperti apa yang diharapkan.
Jangan Jadi Orangtua Lalai
Orangtua seperti apa Anda? Jangan menjadi orangtua lalai!
Orangtua yang tidak peduli terhadap tumbuh dan kembang anaknya. Orangtua yang
tidak paham tanggung jawabnya sendiri. Namun sayang beribu sayang. Orangtua
seperti itu justru sudah menyebar hampir merata di seluruh pelosok negeri. Di
kota maupun di desa sudah banyak orangtua yang mulai hilang “kesadarannya”.
Mereka tak sadar jika mereka hakikatnya ada untuk menjadi guru pertama bagi anaknya.
Mereka lupa bahwa setiap tutur kata dan tingkah lakunya akan dipedomani oleh
anaknya. Mereka lalai pada anaknya sehingga pada akhirnya menyebabkan masa
depan anak menjadi kelam. Lalu jika sudah demikian siapa yang musti disalahkan?
Anak
adalah anugrah Tuhan yang luar biasa yang diberikan kepada kita. Ketika Tuhan
telah memercayai hamba-Nya untuk memiliki seorang malaikat kecil dalam
hidupnya, saat itu pula beban tanggung jawab telah berada di pundaknya. Sebagai
manusia yang bertakwa seharusnya anugrah Tuhan itu dijaga dengan
sebaik-baiknya. Memberikan pendidikan yang terbaik bagi anaknya. Mengajarkan
dan menanamkan nilai-nilai luhur karakter bangsa. Bahlil Lahdalia seorang pengusaha sukses yang memiliki 11 perusahaan besar pernah berkata karakter pada anak hanya dapat dibentuk oleh orangtua di rumah dan tidak di sekolah (https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4421). Menjaganya agar terus berada
pada garis yang lurus sehingga kelak akan menjadi insan yang kamilan. Manusia
unggul dengan berbagai keistimewaannya.
Sebagai
gambaran! Suatu ketika di yaumul hisab, seorang ibu telah diputuskan masuk ke
dalam surga. Ketika hendak berjalan, seorang anak tiba-tiba protes kepada Tuhan
lalu berkata “Ya Tuhanku. Mengapa aku dimasukkan ke dalam neraka sedangkan
ibuku Engkau masukkan ke dalam surga. Padahal selama hidupnya ia telah lalai
dari mendidikku”. Lalu Tuhanpun berkata “Masukkan perempuan itu ke dalam neraka
bersama anaknya”. Pilihan hidup ada di tangan Anda. Jangan ada lagi orangtua
yang lalai terhadap anaknya.
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog pendidikan keluarga #sahabatkeluarga
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog pendidikan keluarga #sahabatkeluarga
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!