Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Monday, 18 January 2016

Aku Cinta Indonesia: Antikorupsi Harga Mati

Aku Cinta Indonesia: Antikorupsi Harga Mati

 (Alamsari, M. Pd.)
(Guru SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir)

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia menyimpan berbagai potensi kekayaan alam yang luar biasa banyaknya. Dari Sabang sampai Marauke—berjajar pulau-pulau baik kecil maupun besar. Di setiap pulau tersimpan berbagai isi bumi yang berlimpah. Minyak, emas, tembaga, batu bara—semua tersedia dalam jumlah yang banyak.
Kita patut berbangga, Indonesia tercipta sebagai surga yang dianugrahi tanah yang subur. Berbagai hasil kebun tersedia dengan beraneka ragamnya. Hutan-hutan rimbun nan luas di dalamnya mengandung berbagai aneka flora dan fauna. Beberapa diantaranya bahkan menjadi primadona di berbagai belahan dunia.
Kita patut bersyukur, Indonesia sebagai negeri yang majemuk. Ribuan suku dan budaya mewarnai kehidupan masyarakatnya. Setiap suku memiliki keunikan dan kekhasan masing-masing. Berbeda warna dan rupa serta bahasa namun tetap satu jua dalam ikatan Bhineka Tunggal Ika.
Kita patut bangga atas semua anugrah Tuhan yang diberikan kepada kita. Indonesia—negeri tercinta tercipta begitu sempurna. Negara mana saja yang memandangnya, pasti akan terbesit rasa iri dalam hatinya. Coba tanyalah pada orang di luar sana, apa pendapatnya tentang Indonesia? Tentu saja mereka kukuh menjawab Indonesia negeri yang subur dan harusnya rakyatnya hidup makmur.
Ya! Makmur! Begitulah memang seharusnya. Dengan potensi yang dimiliki, rakyat Indonesia harusnya hidup sejahtera. Namun nyatanya? Jauh panggang dari api. Sebagian besar masyarakat Indonesia justru hidup di bawah garis kemiskinan. Banyak masyarakat Indonesia yang hidup susah. Lihat saja di sekeliling kita, begitu mudah kita temui para pengemis dan pengais sampah. Jutaan anak putus sekolah karena tak punya biaya. Bayi yang baru lahir harus menderita busung lapar karena tiada asupan gizi dalam tubuhnya. Di sisi lain, banyak pula kita temui orang-orang yang hidup bergelimang harta. Mobil seharga milyaran rupiah. Rumah luas bak istana. Makannya selang seling lauk pauknya suka-suka. Uangnya tiada terhitung lagi banyaknya.
Ada apa sih sebenarnya? Mengapa ketimpangan itu terjadi? Jarak perbedaan antara si miskin dan si kaya begitu mencolok sekali! Untuk menjawabnya, mari kita menengok realita yang kritis menggerogoti negeri. Semuanya berpangkal dari Korupsi. Ya! Korupsi tengah mencabik-cabik bangsa ini. Ia telah mewabah hingga ke semua penjuru daerah bahkan di pelosok desa sekalipun.
Para pejabat tinggi sibuk memperkaya dirinya. Mereka diberi amanah namun mengingkarinya. Jabatan disalahgunakan. Hampir tiada kebijakan yang mampu mensejahterakan rakyat. Mereka korup mengambil uang yang bukan miliknya. Jumlahnya hingga triliunan rupiah. Para bawahan ikut-ikutan makan uang haram—walaupun sedikit lama-lama menjadi bukit. Akibatnya, uang yang semustinya dimanfaatkan untuk mensejahterakan rakyat justru hilang begitu saja dimakan mereka yang tamak akan harta.
Tindakan para manusia korup itu sungguh melukai nurani kita semua. Mereka dengan gagahnya mempertontotonkan arogansinya. Memperjuangkan kebijakan demi kepentingan pribadi semata. Mereka semakin kaya sedangkan rakyat biasa hidup dalam susah yang semakin bertambah-tambah. Coba bayangkan! Kalau saja uang milyaran atau triliyunan rupiah itu digunakan sebaik-baiknya sesuai dengan yang seharusnya, pasti tak akan ada lagi derai air mata masyarakat miskin yang menahan sakit karena  lapar perutnya. Coba pikirkan! Kalu saja tidak ada yang korupsi, tentu tak akan ada lagi rumah-rumah kumuh bak kandang sapi atau sekolah-sekolah yang roboh karena tiada kunjung diperbaiki.
Korupsi telah begitu kronis menjangkiti negeri ini. Padahal zaman telah silih berganti—dari generasi ke generasi. Padahal sudah puluhan, ratusan, atau mungkin ribuan koruptor yang dihukum penjara—korupsi masih saja ada tiada habis-habisnya. Mengapa? Jawabnya karena korupsi itu ditularkan. Ia diturunkan oleh atasan kepada bawahan; oleh ayah kepada anaknya; oleh sahabat kepada temannya. Akibatnya, walaupun korupsi gencar dibasmi, ia tetap tak akan hilang—bahkan justru semakin tumbuh dengan subur.
Lalu bagaimana caranya agar korupsi sirna? Saat ini, Indonesia mempunyai lembaga pemberantasan korupsi yang bernama KPK. Kita patut berbangga karena telah banyak kiprah KPK menindak koruptor-koruptor dari berbagai daerah. Tidak hanya di kota, KPK bahkan merangsek hingga ke desa-desa. Para koruptor itu kini sudah mendekam dalam penjara. Sudah banyak pula uang negara yang terselamatkan.
Cukupkah mengndalkan KPK? Tentu tidak! KPK tidak dapat membasmi korusi seorang diri. Indonesia luasnya tiada terkira. Penduduknya ratusan juta. Bandingkan dengan jumlah anggota KPK yang hanya ratusan saja. Karena itu, KPK membutuhkan kita. Kita adalah KPK. Untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya, butuh kerjasama dari semua pihak.
Apa yang musti kita lakukan? Mulai dari diri sendiri dan saat ini. Mulai dari yang sederhana dan yang dekat dengan kita. Berupayalah untuk selalu bertindak jujur. Jangan pernah berdusta biarpun sepatah kata walaupun pahit akibatnya. Jadilah pribadi yang peduli. Pribadi yang senantiasa peka terhadap kondisi sekitarnya. Jikalau melihat orang melakukan salah maka tegurlah dengan sebaik-baiknya. Jikalau mengetahui ada orang yang korupsi maka laporkanlah kepada pihak yang berhak. Jangan menjadi pribadi yang cuek. Tersebab cuek adalah pangkal kehancuran. Bayangkan, jika kita melihat orang berbuat salah lalu kita diamkan saja—apa yang terjadi? Tentu saja orang itu tak akan tahu dan tak akan pernah sadar dari perbuatan salahnya itu. Bayangkan, jika kita mengetahui ada orang yang korupsi lalu kita diam saja—apa yang terjadi? Tentu saja mereka akan tertawa bahagia dan tidak akan jera karena perbuatan korup mereka tiada mendapatkan hukuman yang setimpal.
Jadilah pribadi yang berani. Berani menghadapi resiko yang mungkin menghampiri. Seorang bawahan harus berani menegur atasan; masyarakat harus berani melaporkan pejabat; anak harus berani menegur ayahnya jika mereka melakukan korupsi. Jangan jadi pribadi yang pengecut. Takut nanti ini atau itu; Jika saya lakukan ini nanti saya itu. Buanglah sifat pengecut itu sejauh-jauhnya. Demi Indonesia damai, aman, makmur dan sejahtera, kita harus berani menempuh resiko demi kebaikan kita semua. Jangan takut dengan semua ancaman. Yakinlah! Selama kita berada pada jalan kebaikan, Tuhan akan senantiasa melindungi kita dari tangan-tangan berdosa.
Indonesia, negeri yang kita cinta. Mari dengungkan selalu slogan Antikorupsi Harga Mati. Apapun yang terjadi, mari kita lakukan sebisa mungkin untuk bersama-sama mencegah dan mengikis korupsi yang sudah merajalela. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Bersama kita bisa membangun Indonesia menuju yang lebih baik lagi. Yakinlah! Suatu saat nanti—akan tiba masanya, Indonesia menjadi negara yang bersih bebas korupsi dan rakyatnya hidup makmur sejahtera.

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!