Perkenalkan nama saya Alamsari. Orang-orang biasa memanggil saya Alam.
Saya dilahirkan di Ngulak; Musi Banyuasin, 17 November 1984 dari pasangan Abdul Hamid
dan Animah. Saya anak keempat dari delapan saudara. Ini tentang kisah
saya. Kisah perjalanan hidup saya yang penuh liku. Saya dibesarkan dalam
kondisi serba kekurangan. Saya ingat betul, dulu untuk makan saja kami
susah. Makan hanya sekali sehari dengan berlauk garam saja. Itupun beras
dan garam hasil berhutang di warung. Sesekali kami juga makan kerupuk.
Sewaktu saya sekolah dasar, saya selalu meluangkan waktu terutama
sepulang sekolah atau di hari libur untuk mencari barang rongsokan
(barang bekas). Walaupun saya malu saat berjumpa dengan kawan atau guru
tiada mengapa. Yang penting saya bisa mendapat banyak barang rongsokan
untuk saya jual ke pengepul. Hasilnya akan saya gunakan untuk membantu
orang tua atau paling tidak untuk jajan dan sekolah. Di sekolah saya
sudah terbiasa keluar masuk kantor guru. Tentu saja karena saya belum
membayar spp sekolah. Tiga, empat, bahkan pernah sampai enam bulan.
Kalau begitu biasanya orang tua saya akan dipanggil ke sekolah.
Menghadap guru, orang tua saya akan meminta tempo agar diberikan
kelonggaran membayar spp. Sepulang dari sekolah, orang tua saya akan
mencari hutang ke sana sini guna membayar spp saya. Sewaktu sekolah saya
dianggap guru sebagai siswa yang bodoh. Semua mata pelajaran kecuali
agama dan ips, saya selalu mendapat nilai rendah. Bahkan untuk mata
pelajaran eksak, saya selalu mendapat nilai merah. Cacian dan hinaan
dari guru-guru sudah biasa bagi saya. Waktu itu saya hanya bisa diam.
Saya menerima saja semua itu. Saya akui
memang saya miskin, bodoh,
goblok. Bahkan teman-teman saya hanya sedikit. Saya hanya punya empat
teman akrab. Sisanya enggan bergaul dengan saya. Saya memang kuper. Di
kelas saya sangat pendiam. Saya selalu duduk sendirian karena tak ada
yang mau duduk sebangku dengan saya. Jika guru masuk, saya mulai
gemetaran. Soalnya saya tidak punya buku paket satupun. Saya tidak mampu
membelinya. Makanya saya selalu ketakutan sebab guru-guru selalu
memarahi saya karena tidak punya buku. Mereka selalu memberikan tugas
dari dalam buku itu. Alhasil saya jarang membuat tugas atau kalaupun
membuat, nilai tugas saya selalu kecil tersebab saya tidak tahu jawaban
yang diinginkan itu sesuai dengan yang ada di buku. Saya terbiasa
menjawab dengan akal dan pemikiran saya sendiri.sewaktu tamat SMA, saya
coba-coba ikut tes UMPTN. Waktu itu saya untuk pertama kalinya naik bus
mahasiswa. Saya begitu terkagum-kagum meihat jembatan Ampera sebab itu
yang pertama bagi saya melihat Ampera. Selama ini saya tidak pernah
keliling kota. Jadi saya tidak pernah tahu bahwa Palembang cukup luas.
Saat mendaftar teman-teman satu sekolah mengejek saya. Mereka menyuruh
saya belajar kalau mau lulus. Bagi saya ejekan mereka membuat saya
berapi-api. Saya kemudian belajar mati-matian. Berbekal buku yang
diberikan kakak perempuan saya, saya belajar siang dan malam. Alhasil
setelah pengumuman ternyata saya diterima sebagai mahasiswa. Itulah awal
bermula hidup saya.
Setelah dinyatakan lulus sebagai mahasiswa fakultas bahasa dan sastra
indonesia Universitas Sriwijaya, dimulailah perjalanan hidup saya yang
sesungguhnya. Selama dua tahun saya kuliah, saya hanya punya empat baju
dan dua celana panjang. Celana panjang yang saya pakai juga kebesaran
karena celana itu celana bj yang dibeli ibu saya di pasar 16. Saya
selalu diejek teman saya karena celana yang saya pakai itu. Tetapi tak
mengapa. Saya tak ambil pusing. Selama kuliah,
saya juga sangat jarang makan. Saya tak punya uang sehingga saya harus
menahan lapar. Sesekali saya makan di kantin manakala ada uang lebih. Di
kampus, saya masih seperti dahulu. Saya masih pendiam. Sedikit yang mau
bergaul dengan saya. Hingga suatu hari semua itu tiba-tiba berubah.
Saya memberanikan diri ikut berbagai organisasi diantaranya BEM,
Barokah, dan teater GABI. Di antara semua itu, teater GABIlah yang andil
besar mengubah diri saya. Ketika itu perekrutan anggota baru. Salah
satu syaratnya adalah harus lulus ujian. Waktu itu saya diuji untuk
memerankan karakter orang gila. Bertempat di Bukit Besar, dengan baju
compang-camping dan muka kotor saya mulai berekting sebagai orang gila.
Waktu itu saya harus berkeiling dan meyakinkan kepada orang yang ada di
sana bahwa saya adalah orang gila. Ternyata cukup berhasil. Beberapa
orang yang melihatku akan cepat-cepat kabur lantaran benar-benar
menyangka saya gila. Akhirnya saya pun dinyatakan diterima sebagai
anggota GABI. Selama di teater GABI saya sudah enam kali pentas di atas
panggung. Pentas pertama saya sukses membuat orang kagum. Dihadapan
hampir seribu orang saya memerankan tokoh pengemis jalanan. Pementasan
yang paling berkesan bagi saya adalah ketika saya bersama tim diberikan
kesempatan mewakili Palembang dalam lomba festival Sriwijaya di
Jakabaring. Dalam lomba dulmuluk itu saya memerankan karakter khadam
alias pengawal yang lucu. Alhasil kelompok kami berhasil menjadi juara
dua terbaik se Sumatera Selatan. Semenjak sering pentas itulah, saya
menjadi pribadi yang aktif di kelas. Dengan kecakapan bertutur, saya
aktif bertanya atau menyampaikan ide yang saya miliki di kelas.
Puncaknya adalah sewaktu PPL. Saya PPL di SMA 3 Palembang. Selama PPL
itu saya menjadi guru favorit yang senantiasa dirindukan dan dinanti
anak-anak kelas 12 yang saya ampu.
Wisuda sarjana saya penuh keprihatinan. Waktu itu orang tua saya tak
punya uang lebih. Alhasil ketika wisuda saya tak satupun punya foto.
Saya waktu itu menangis.dalam hati saya bertekad akan lanjut strata dua
sampai saya memiliki foto bersama keluarga saya. Setelah saya mendapat
ijazah, saya dilanda kegalauan. Galau belum mendapat kerja. Dua minggu
dari wisuda saya pun memutuskan pulang kampung halaman di Ngulak Sanga
Desa Muba. Saya mendengar di desa kelahiran saya ada sekolah yang baru
buka. Saya pun mengajukan lamaran kerja ke sana. Namun sayang lamaran
kerja saya ditolak dengan alasan sudah terisi. Kepala sekolah tersebut
berkata kepada saya "Jangan khawatir dek. Saya yakin kok adek pasti
mudah mendapat kerja.". Mendengarnya saya menjadi bersemangat
membuktikan bahwa memang saya mudah mencari kerja. Esoknya saya langsung
pulang ke palembang. Namun berhubung saya tidak punya ongkos maka saya
menumpang dengan tetangga saya yang kebetulan mau pulang juga ke
palembang. Sesampai di palembang saya mulai mencari kerja lagi. Keluar
masuk sekolah tak satupun mau menerima saya dengan alasan penuh. Satu
minggu kemudian saya tiba-tiba mendapat sms dari kakak tingkat saya yang
meminta untuk digantikan mengajar di Kayuagung OKI. Akhirnya saya pun
pergi ke sana dan diterima mengajar di SMP IT Bina Insani.
Di sana saya tinggal di asrama siswa. Saya mengajar Senin sampai Jumat. Mengajar dari pagi hingga petang. Malamnya saya harus mengurusi anak asrama. Setiap bulan saya digaji 680 ribu. Cukup bagi saya mengingat makan ditanggung oleh sekolah. Setiap menerima gaji, saya langsung pulang ke Palembang. Sesampai di rumah, saya langsung menyerahkan semua gaji saya kepada ibu saya. Esok harinya saya langsung pergi lagi ke Kayuagung tanpa membawa uang sepeserpun kecuali hanya ongkos pergi saja. Kalau diajak teman-teman makan di luar, saya biasanya langsung menolak kecuali jika ditraktir. Saya tidak punya uang. Gaji saya adalah untuk orang tua saya. Adik-adik saya masih ada empat yang musti sekolah. Jadi tidak ada waktu bagi saya untuk berleha-leha dengan gaji saya. Saya bekerja di sana selama hampir dua tahun lebih. Tahun 2009 saya memutuskan lanjut strata dua tanpa sepengetahuan orang tua saya. Sebabnya jika mereka tahu saya mau lanjut strata dua pasti mereka tidak akan mengizinkan karena mereka tak punya uang. Namun saya nekat daftar strata dua. Dengan uang yang saya kumpulkan saya membeli formulir pendaftaran dan ikut tes. Saya dinyatakan lulus seleksi strata dua. Barulah saya menceritakan semuanya kepada orang tua saya. Biaya administrasi awal waktu itu sebesar 8 juta lebih. Saya pusing mau mencari uang kemana. Akhirnya setelah berhutang sana sini saya pun bisa membayar biaya tersebut. Di sekolah, saya dibatalkan untuk diangkat menjadi guru tetap yayasan karena saya melanjutkan strata dua. Saya tidak bisa selalu ada di sekolah sehingga pihak yayasan membatalkan saya menjadi guru tetap di sana. Saya tidak berkecil hati. Saya yakin Allah tidak tidur. Allah maha melihat dan mengetahui.
Di sana saya tinggal di asrama siswa. Saya mengajar Senin sampai Jumat. Mengajar dari pagi hingga petang. Malamnya saya harus mengurusi anak asrama. Setiap bulan saya digaji 680 ribu. Cukup bagi saya mengingat makan ditanggung oleh sekolah. Setiap menerima gaji, saya langsung pulang ke Palembang. Sesampai di rumah, saya langsung menyerahkan semua gaji saya kepada ibu saya. Esok harinya saya langsung pergi lagi ke Kayuagung tanpa membawa uang sepeserpun kecuali hanya ongkos pergi saja. Kalau diajak teman-teman makan di luar, saya biasanya langsung menolak kecuali jika ditraktir. Saya tidak punya uang. Gaji saya adalah untuk orang tua saya. Adik-adik saya masih ada empat yang musti sekolah. Jadi tidak ada waktu bagi saya untuk berleha-leha dengan gaji saya. Saya bekerja di sana selama hampir dua tahun lebih. Tahun 2009 saya memutuskan lanjut strata dua tanpa sepengetahuan orang tua saya. Sebabnya jika mereka tahu saya mau lanjut strata dua pasti mereka tidak akan mengizinkan karena mereka tak punya uang. Namun saya nekat daftar strata dua. Dengan uang yang saya kumpulkan saya membeli formulir pendaftaran dan ikut tes. Saya dinyatakan lulus seleksi strata dua. Barulah saya menceritakan semuanya kepada orang tua saya. Biaya administrasi awal waktu itu sebesar 8 juta lebih. Saya pusing mau mencari uang kemana. Akhirnya setelah berhutang sana sini saya pun bisa membayar biaya tersebut. Di sekolah, saya dibatalkan untuk diangkat menjadi guru tetap yayasan karena saya melanjutkan strata dua. Saya tidak bisa selalu ada di sekolah sehingga pihak yayasan membatalkan saya menjadi guru tetap di sana. Saya tidak berkecil hati. Saya yakin Allah tidak tidur. Allah maha melihat dan mengetahui.
Hari-hari menjalani strata dua saya lalui dengan penuh liku. Saya harus
membagi waktu antara mengajar dan kuliah. Setiap Senin sampai Rabu saya
kuliah dan hari Kamis hingga Sabtu saya pergi ke Kayuagung untuk
mengajar. Karena saya hanya sedikit mendapat jam mengajar maka gaji saya
pun juga kecil. Setiap bulan saya hanya bergaji 250 ribu rupiah.
Walaupun kecil tetapi saya bersyukur. Tiada mengapa, saya yakin ada
hikmahnya. Menjelang akhir semester satu, saya
dilanda kebingungan. Saya bingung bagaimana mencari uang untuk membayar
spp semester dua nanti. Sekitar bulan Oktober ternyata pemerintah
membuka seleksi cpns formasi 2010. Saya pun belajar mati-matian dengan
harapan saya bisa lulus karena itulah satu-satunya cara agar saya bisa
membayar spp. Tiap malam saya belajar. Saya berdoa dan memohon pada
Allah. Hingga sampai hari tes, saya meminta pada Allah agar memberikan
saya kelancaran untuk menjawab soal tes tersebut. Alhamdulillah, saya
seperti diberikan bisikan. Setiap menemukan soal sulit, saya seperti
mendapat petunjuk untuk memilih jawaban yang tepat. Setelah tes, saya
pulang ke rumah tanpa beban sedikitpun. Lisan saya berkata bahwa saya
tidak mungkin lulus namun hati saya mengatakan bahwa saya akan lulus.
Tiga hari menjelang pengumuman hasil seleksi, saya bermimpi tiga hari
berturut-turut. Di dalam mimpi saya, saya melihat ada nama saya yang
tertera disertai nomor ujian saya. Akhirnya setelah ditunggu-tunggu
ternyata saya memang dinyatakan lulus cpns 2010. Saya seakan tidak
percaya. Terimakasih Allah atas segala karunia-mu. Sekitar bulan Maret
2010 akhirnya saya dilantik menjadi cpns dan mendapat sk bertugas di
SMPN 4 Rantau Panjang. Karena waktu itu saya terdesak membayar spp maka
saya akhirnya menggadaikan sk cpns saya ke bank untuk membayar uang spp.
Dengan begitu saya agak bernafas lega. Setiap bulan gaji saya hanya
tersisa delapan ratus ribu rupiah. Uang itulah yang hanya mampu saya
berikan pada ibu saya untuk biaya hidup dan membantu biaya sekolah adik
saya.
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!