Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Monday 25 January 2016

NAMA SAYA ALAMSARI

Perkenalkan nama saya Alamsari. Orang-orang biasa memanggil saya Alam. Saya dilahirkan di Ngulak; Musi Banyuasin, 17 November 1984 dari pasangan Abdul Hamid dan Animah. Saya anak keempat dari delapan saudara. Ini tentang kisah saya. Kisah perjalanan hidup saya yang penuh liku. Saya dibesarkan dalam kondisi serba kekurangan. Saya ingat betul, dulu untuk makan saja kami susah. Makan hanya sekali sehari dengan berlauk garam saja. Itupun beras dan garam hasil berhutang di warung. Sesekali kami juga makan kerupuk. Sewaktu saya sekolah dasar, saya selalu meluangkan waktu terutama sepulang sekolah atau di hari libur untuk mencari barang rongsokan (barang bekas). Walaupun saya malu saat berjumpa dengan kawan atau guru tiada mengapa. Yang penting saya bisa mendapat banyak barang rongsokan untuk saya jual ke pengepul. Hasilnya akan saya gunakan untuk membantu orang tua atau paling tidak untuk jajan dan sekolah. Di sekolah saya sudah terbiasa keluar masuk kantor guru. Tentu saja karena saya belum membayar spp sekolah. Tiga, empat, bahkan pernah sampai enam bulan. Kalau begitu biasanya orang tua saya akan dipanggil ke sekolah. Menghadap guru, orang tua saya akan meminta tempo agar diberikan kelonggaran membayar spp. Sepulang dari sekolah, orang tua saya akan mencari hutang ke sana sini guna membayar spp saya. Sewaktu sekolah saya dianggap guru sebagai siswa yang bodoh. Semua mata pelajaran kecuali agama dan ips, saya selalu mendapat nilai rendah. Bahkan untuk mata pelajaran eksak, saya selalu mendapat nilai merah. Cacian dan hinaan dari guru-guru sudah biasa bagi saya. Waktu itu saya hanya bisa diam. Saya menerima saja semua itu. Saya akui
memang saya miskin, bodoh, goblok. Bahkan teman-teman saya hanya sedikit. Saya hanya punya empat teman akrab. Sisanya enggan bergaul dengan saya. Saya memang kuper. Di kelas saya sangat pendiam. Saya selalu duduk sendirian karena tak ada yang mau duduk sebangku dengan saya. Jika guru masuk, saya mulai gemetaran. Soalnya saya tidak punya buku paket satupun. Saya tidak mampu membelinya. Makanya saya selalu ketakutan sebab guru-guru selalu memarahi saya karena tidak punya buku. Mereka selalu memberikan tugas dari dalam buku itu. Alhasil saya jarang membuat tugas atau kalaupun membuat, nilai tugas saya selalu kecil tersebab saya tidak tahu jawaban yang diinginkan itu sesuai dengan yang ada di buku. Saya terbiasa menjawab dengan akal dan pemikiran saya sendiri.sewaktu tamat SMA, saya coba-coba ikut tes UMPTN. Waktu itu saya untuk pertama kalinya naik bus mahasiswa. Saya begitu terkagum-kagum meihat jembatan Ampera sebab itu yang pertama bagi saya melihat Ampera. Selama ini saya tidak pernah keliling kota. Jadi saya tidak pernah tahu bahwa Palembang cukup luas. Saat mendaftar teman-teman satu sekolah mengejek saya. Mereka menyuruh saya belajar kalau mau lulus. Bagi saya ejekan mereka membuat saya berapi-api. Saya kemudian belajar mati-matian. Berbekal buku yang diberikan kakak perempuan saya, saya belajar siang dan malam. Alhasil setelah pengumuman ternyata saya diterima sebagai mahasiswa. Itulah awal bermula hidup saya.
Setelah dinyatakan lulus sebagai mahasiswa fakultas bahasa dan sastra indonesia Universitas Sriwijaya, dimulailah perjalanan hidup saya yang sesungguhnya. Selama dua tahun saya kuliah, saya hanya punya empat baju dan dua celana panjang. Celana panjang yang saya pakai juga kebesaran karena celana itu celana bj yang dibeli ibu saya di pasar 16. Saya selalu diejek teman saya karena celana yang saya pakai itu. Tetapi tak mengapa. Saya tak ambil pusing. Selama kuliah, saya juga sangat jarang makan. Saya tak punya uang sehingga saya harus menahan lapar. Sesekali saya makan di kantin manakala ada uang lebih. Di kampus, saya masih seperti dahulu. Saya masih pendiam. Sedikit yang mau bergaul dengan saya. Hingga suatu hari semua itu tiba-tiba berubah. Saya memberanikan diri ikut berbagai organisasi diantaranya BEM, Barokah, dan teater GABI. Di antara semua itu, teater GABIlah yang andil besar mengubah diri saya. Ketika itu perekrutan anggota baru. Salah satu syaratnya adalah harus lulus ujian. Waktu itu saya diuji untuk memerankan karakter orang gila. Bertempat di Bukit Besar, dengan baju compang-camping dan muka kotor saya mulai berekting sebagai orang gila. Waktu itu saya harus berkeiling dan meyakinkan kepada orang yang ada di sana bahwa saya adalah orang gila. Ternyata cukup berhasil. Beberapa orang yang melihatku akan cepat-cepat kabur lantaran benar-benar menyangka saya gila. Akhirnya saya pun dinyatakan diterima sebagai anggota GABI. Selama di teater GABI saya sudah enam kali pentas di atas panggung. Pentas pertama saya sukses membuat orang kagum. Dihadapan hampir seribu orang saya memerankan tokoh pengemis jalanan. Pementasan yang paling berkesan bagi saya adalah ketika saya bersama tim diberikan kesempatan mewakili Palembang dalam lomba festival Sriwijaya di Jakabaring. Dalam lomba dulmuluk itu saya memerankan karakter khadam alias pengawal yang lucu. Alhasil kelompok kami berhasil menjadi juara dua terbaik se Sumatera Selatan. Semenjak sering pentas itulah, saya menjadi pribadi yang aktif di kelas. Dengan kecakapan bertutur, saya aktif bertanya atau menyampaikan ide yang saya miliki di kelas. Puncaknya adalah sewaktu PPL. Saya PPL di SMA 3 Palembang. Selama PPL itu saya menjadi guru favorit yang senantiasa dirindukan dan dinanti anak-anak kelas 12 yang saya ampu.
Wisuda sarjana saya penuh keprihatinan. Waktu itu orang tua saya tak punya uang lebih. Alhasil ketika wisuda saya tak satupun punya foto. Saya waktu itu menangis.dalam hati saya bertekad akan lanjut strata dua sampai saya memiliki foto bersama keluarga saya. Setelah saya mendapat ijazah, saya dilanda kegalauan. Galau belum mendapat kerja. Dua minggu dari wisuda saya pun memutuskan pulang kampung halaman di Ngulak Sanga Desa Muba. Saya mendengar di desa kelahiran saya ada sekolah yang baru buka. Saya pun mengajukan lamaran kerja ke sana. Namun sayang lamaran kerja saya ditolak dengan alasan sudah terisi. Kepala sekolah tersebut berkata kepada saya "Jangan khawatir dek. Saya yakin kok adek pasti mudah mendapat kerja.". Mendengarnya saya menjadi bersemangat membuktikan bahwa memang saya mudah mencari kerja. Esoknya saya langsung pulang ke palembang. Namun berhubung saya tidak punya ongkos maka saya menumpang dengan tetangga saya yang kebetulan mau pulang juga ke palembang. Sesampai di palembang saya mulai mencari kerja lagi. Keluar masuk sekolah tak satupun mau menerima saya dengan alasan penuh. Satu minggu kemudian saya tiba-tiba mendapat sms dari kakak tingkat saya yang meminta untuk digantikan mengajar di Kayuagung OKI. Akhirnya saya pun pergi ke sana dan diterima mengajar di SMP IT Bina Insani.
Di sana saya tinggal di asrama siswa. Saya mengajar Senin sampai Jumat. Mengajar dari pagi hingga petang. Malamnya saya harus mengurusi anak asrama. Setiap bulan saya digaji 680 ribu. Cukup bagi saya mengingat makan ditanggung oleh sekolah. Setiap menerima gaji, saya langsung pulang ke Palembang. Sesampai di rumah, saya langsung menyerahkan semua gaji saya kepada ibu saya. Esok harinya saya langsung pergi lagi ke Kayuagung tanpa membawa uang sepeserpun kecuali hanya ongkos pergi saja. Kalau diajak teman-teman makan di luar, saya biasanya langsung menolak kecuali jika ditraktir. Saya tidak punya uang. Gaji saya adalah untuk orang tua saya. Adik-adik saya masih ada empat yang musti sekolah. Jadi tidak ada waktu bagi saya untuk berleha-leha dengan gaji saya. Saya bekerja di sana selama hampir dua tahun lebih. Tahun 2009 saya memutuskan lanjut strata dua tanpa sepengetahuan orang tua saya. Sebabnya jika mereka tahu saya mau lanjut strata dua pasti mereka tidak akan mengizinkan karena mereka tak punya uang. Namun saya nekat daftar strata dua. Dengan uang yang saya kumpulkan saya membeli formulir pendaftaran dan ikut tes. Saya dinyatakan lulus seleksi strata dua. Barulah saya menceritakan semuanya kepada orang tua saya. Biaya administrasi awal waktu itu sebesar 8 juta lebih. Saya pusing mau mencari uang kemana. Akhirnya setelah berhutang sana sini saya pun bisa membayar biaya tersebut. Di sekolah, saya dibatalkan untuk diangkat menjadi guru tetap yayasan karena saya melanjutkan strata dua. Saya tidak bisa selalu ada di sekolah sehingga pihak yayasan membatalkan saya menjadi guru tetap di sana. Saya tidak berkecil hati. Saya yakin Allah tidak tidur. Allah maha melihat dan mengetahui.
Hari-hari menjalani strata dua saya lalui dengan penuh liku. Saya harus membagi waktu antara mengajar dan kuliah. Setiap Senin sampai Rabu saya kuliah dan hari Kamis hingga Sabtu saya pergi ke Kayuagung untuk mengajar. Karena saya hanya sedikit mendapat jam mengajar maka gaji saya pun juga kecil. Setiap bulan saya hanya bergaji 250 ribu rupiah. Walaupun kecil tetapi saya bersyukur. Tiada mengapa, saya yakin ada hikmahnya. Menjelang akhir semester satu, saya dilanda kebingungan. Saya bingung bagaimana mencari uang untuk membayar spp semester dua nanti. Sekitar bulan Oktober ternyata pemerintah membuka seleksi cpns formasi 2010. Saya pun belajar mati-matian dengan harapan saya bisa lulus karena itulah satu-satunya cara agar saya bisa membayar spp. Tiap malam saya belajar. Saya berdoa dan memohon pada Allah. Hingga sampai hari tes, saya meminta pada Allah agar memberikan saya kelancaran untuk menjawab soal tes tersebut. Alhamdulillah, saya seperti diberikan bisikan. Setiap menemukan soal sulit, saya seperti mendapat petunjuk untuk memilih jawaban yang tepat. Setelah tes, saya pulang ke rumah tanpa beban sedikitpun. Lisan saya berkata bahwa saya tidak mungkin lulus namun hati saya mengatakan bahwa saya akan lulus. Tiga hari menjelang pengumuman hasil seleksi, saya bermimpi tiga hari berturut-turut. Di dalam mimpi saya, saya melihat ada nama saya yang tertera disertai nomor ujian saya. Akhirnya setelah ditunggu-tunggu ternyata saya memang dinyatakan lulus cpns 2010. Saya seakan tidak percaya. Terimakasih Allah atas segala karunia-mu. Sekitar bulan Maret 2010 akhirnya saya dilantik menjadi cpns dan mendapat sk bertugas di SMPN 4 Rantau Panjang. Karena waktu itu saya terdesak membayar spp maka saya akhirnya menggadaikan sk cpns saya ke bank untuk membayar uang spp. Dengan begitu saya agak bernafas lega. Setiap bulan gaji saya hanya tersisa delapan ratus ribu rupiah. Uang itulah yang hanya mampu saya berikan pada ibu saya untuk biaya hidup dan membantu biaya sekolah adik saya. 

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!