Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Wednesday 26 November 2014

CATATAN HIDUP

Akulah sang Guru Kehidupan
Oleh Alamsari, S. Pd.
Guru SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir, Sumatera Selatan

April 2010, pertama kali menginjakkan kaki di SMPN 4 Rantau Panjang , pandanganku langsung tertunduk lesu. Miris sekaligus sedih berkecamuk dalam diriku “ Inikah sekolah tempatku mengabdi?” Begitu pikirku. Ya, aku ditugaskan untuk mengajar di SMPN 4 Rantau Panjang. Sebuah sekolah satu atap yang letaknya tidak terlalu jauh, namun tidak pula dapat dikatakan dekat. Untuk menuju ke sekolah itu aku harus naik “getek” sebuah kapal tradisonal yang memakai mesin (baru tiga bulan terakhir jalan menuju ke sekolah sudah dikerikil oleh pemerintah sehingga kendaraan bermotor bisa masuk). Menyusuri sungai yang cukup lebar dan deras arusnya, 10-15 menit kemudian aku baru tiba ke tepian. Dari tepian itulah, aku kemudian melanjutkan perjalan sekitar 1,5 Km dengan berjalan kaki. Memasuki perkampungan dan menyusuri jejeran pohon-pohon rindang di kebun orang. Di tengah kebun itulah sekolahku berada.
Sesampainya di sana, hanya akan Anda lihat sebuah kelas dan sebuah kantor guru. Namun jangan khawatir, biarpun kelasnya hanya satu, sekolah itu memiliki cukup banyak siswa; 84 orang siswa jumlahnya. Namun jangan berharap anda akan menemukan siswa yang berpakaian bagus, memakai sepatu bagus, dan menggendong tas yang berisi buku di pundak; yang ada hanyalah anak-anak yang berwajah lusuh, berpakaian seadanya, sebagian ada yang bersepatu sebagian lagi tidak. Yang mereka jinjing juga bukanlah tas yang berisi buku, tetapi hanyalah tas kosong yang hanya berisi pensil, pena dan beberapa buku tulis untuk sekedar menulis saja.  
Kalau ditanya motivasi belajar, sungguh miris sekali. Hampir 95% siswa di sana tak memiliki motivasi belajar. Untung-untung mereka mau pergi ke sekolah. Pernah kutanya kenapa mereka mau sekolah. Ada yang menjawab karena disuruh orang tua; ada yang alasannya karena hanya ingin tak disuruh bekerja di rumah; ada juga yang berharap mendapatkan BSM (Bantuan Siswa Miskin); dan ada juga yang hanya geleng-geleng kepala karena mereka tak tahu untuk apa sekolah.

Dari beberapa kali meluluskan alumni, sekitar 85% siswa lulusan sekolah tak melanjutkan ke tingkat SMA. Alasannya bermacam-macam. Ada yang karena mau bekerja membantu orang tua; ada yang mau menikah; ada yang alasannya kerana SMA lokasinya jauh dari rumahnya; ada yang ingin sekolah namun tak punya biaya. Dari fenomena tersebut, saya berasumsi bahwa pembelajaran yang selama ini telah saya lakukan tentulah sia- sia saja. Mengajarkan materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam KTSP, berkoar-koar berceramah di depan kelas, berpusing-pusing membuat soal ujian, bekerja keras menjadikan sang anak sebagai seseorang yang berintelek, toh hasilnya ternyata tak seperti yang diharapkan. Tentunya sia-sia sajalah apa yang telah saya ajarkan apabila mereka tak melanjutkan sekolah. Sebab, ilmu yang mereka terima ketika di SMP tentunya akan terputus dan tidak bermanfaat secara langsung bagi mereka.
Oleh karena itu, saya berinisiatif untuk membongkar kebiasaan lama dalam mengajar tersebut. Jika selama ini saya mengikuti kurikulum yang ada, maka kali ini kurikulum hanyalah sekedar polesan saja dalam pembelajaran saya. Jika selama ini saya bekerja keras menyampaikan materi, maka kali ini yang saya sampaikan adalah kisah-kisah kehidupan. Karena dengan mengajarkan kehidupan; ilmu yang mereka perolah akan sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka walaupun mereka tidak melanjutkan sekolah.
Dalam mengajarkan kehidupan, setiap pembelajaran yang saya lakukan selalu dimulai dengan memberikan kisah-kisah yang inspiratif dan menggugah kesadaran diri ataupun memotivasi diri untuk terus berjuang menghadapi kehidupan. Kisah-kisah yang saya berikan bermacam-macam dan berbeda-beda setiap pertemuannya. Bisa dalam bentuk fable, dongeng, kisah nyata, kisah-kisah dalam Al-Quran, atau kisah-kisah pengalaman pribadi saya, dan tak jarang saya menyuruh siswa untuk berkisah mengenai pengalaman pribadinya sendiri. Setelah menceritakan kisah-kisah tersebut, saya akan menyuruh siswa mengambil hikmah atau kesimpulan dari kisah tersebut. Hikmah yang diambil tersebut kemudian dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Setelah mereka menyadari benar hikmah kehidupan tersebut, maka barulah saya mengajarkan sedikit materi pembelajaran. Ditengah-tengah penyampaian saya akan menyelingi dengan melakukan refleksi. Refleksi itu berupa perenungan (siswa memejamkan mata dan guru akan melakukan muhasabah diri), atau dapat juga dengan menyelingi permainan agar siswa tidak bosan. Muhasabah dan permainan merupakan bagian “Guru Kehidupan”. Muhasabah bertujuan untuk merefleksi kehidupan yang telah mereka alami selama ini dan untuk memberikan motivasi agar mereka berjuang keras memperbaiki kehidupan yang akan dating. Sedangkan permainan, membantu siswa untuk menikmati kehidupan (menjadikan kehidupan mereka di sekolah bermanfaat untuk menyenangkan diri). Pada akhir pembelajaran, saya akan kembali mengingatkan dan memberi nasihat mengenai kehidupan.
Sepulang sekolah saya akan mengumpulkan siswa di dalam kelas untuk mengajarkan mengaji atau sholat. Sebab, ilmu dunia hanyalah untuk kehidupan dunia dan tentunya tidak cukup bermanfaat jika siswa itu tidak melanjutkan pendidikan. Maka, dalam Guru kehidupan, saya mengajarkan ilmu akhirat agar kelak walaupun mereka miskin di dunia, namun mereka akan menjadi insan yang kaya di akhirat. Di dunia sengsara, namun masuk surga di akhirat. Saya juga memberikan sebuah kertas yang didalamnya sudah tertulis agenda kegiatan sehari-hari. Agenda tersebut meliputi: sholah lima waktu, mengaji, berpuasa senin dan kamis, belajar dan  membantu orang tua. Agenda tersebut harus diketahui dan diparaf oleh orang tua yang bersangkutan. Tujuan dari pemberian agenda kehidupan tersebut adalah untuk memastikan kehidupan sehari-hari mereka bermanfaat dan berarti.
Hasilnya cukup efektif. Selain terbukti ampuh memperbaiki perilaku siswa dari yang kurang sopan menjadi sopan; dari yang pembantah menjadi penurut; dari yang motivasi belajar rendah memiliki motivasi belajar cukup tinggi; dari yang tak memiliki tujuan hidup menjadi memiliki tujuan hidup; dan yang terpenting dari yang tak tahu cara menyikapi hidup menjadi tahu bagaimana dalam menyikapi kehidupan.
Demikianlah kisah Guru Kehidupan ini. Semoga dapat menjadi inspirasi bagi guru-guru untuk tidak hanya sekedar berkutat pada upaya penyampaian materi, melainkan juga harus berfokus pula pada upaya untuk mengajarkan kehidupan pada sang anak. Sehingga diharapkan setelah lulus mereka tidak hanya menjadi insan yang berintelektual tinggi, namun juga insan yang berakhlak dan beriman.

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!