Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Thursday 9 October 2014

Artikel



Negeri Krisis Generasi
Oleh Alamsari, M.Pd.
(Guru SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir)
Padahal aksi heroik itu seyogyanya memang sudah menjadi bagian dari karakter bangsa Indonesia. Jika aksi heroik tersebut sudah mampu menjadikan seseorang sebagai pahlawan, artinya negara kita sedang mengalami krisis generasi.
Beberapa waktu lalu marak diperbincangkan aksi heroik tiga pelajar sekolah menengah pertama (SMP) di Bogor yang berhasil menggagalkan upaya pemerkosaan oleh tukang ojek terhadap gadis berusia 14 tahun. Aksi yang berani dan sungguh luar biasa mengingat tak banyak lagi ditemui remaja yang memiliki rasa sosial yang tinggi. Untuk itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan penghargaan berupa piagam dan beasiswa sebagai tanda jasa atas apa yang dilakukan tiga siswa tersebut. Bahkan KPAI pun sampai menyebut ketiganya sebagai pahlawan.
Apa yang dilakukan KPAI sesungguhnya sebagai respons wajar terhadap aksi heroik yang jarang dilakukan. Di satu sisi, kita patut berbangga atas aksi kepahlawanan berupa tindakan berani mempertaruhkan nyawa demi menolong sang korban. Apalagi mengingat di usia yang masih terbilang muda, mereka telah memiliki rasa kesosialan yang begitu tinggi. Namun di sisi lain kita perlu merasa prihatin karena aksi heroik itu sekaligus memberi tamparan yang begitu keras kepada kita bahwa di era modernisasi sekarang ternyata begitu sulit mencari pemuda dengan kepekaan sosial yang tinggi.
Karakter Bangsa
Jika aksi heroik yang dilakukan itu sudah mampu menjadikan seseorang di zaman sekarang sebagai pahlawan, artinya harus diakui Indonesia sedang dalam krisis generasi. Padahal aksi heroik itu memang seharusnya sudah menjadi bagian dari karakter bangsa. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia sendiri terkenal akan karakter masyarakatnya yang begitu bermartabat. Kepedulian sosial yang tinggi adalah satu dari sekian banyak karakter bangsa kita.
Sekedar menapak tilas, Bung Karno pernah mengatakan “Berikan aku sepuluh pemuda akan kuguncang dunia”. Bukan tanpa pertimbangan Bung Karno berkata demikian. Jika kita menilik kualitas dan karakteristik generasi terdahulu harus diakui para pemuda terdahulu memang sungguh luar biasa. Mereka memegang teguh karakter bangsanya. Sehingga melalui tangan-tangan merekalah, Indonesia mampu mencapai masa kegemilangannya.
Bandingkan dengan generasi sekarang! Sebagai seorang pendidik, jujur saya katakan, sungguh sangat memprihatinkan. Semakin pesatnya perkembangan zaman, semakin kikis pula karakter masyarakat kita. Indonesia yang dahulu terkenal akan karakter bangsanya yang berketuhanan, berkesosialan tinggi, bersatu padu, dan selalu mengutamakan musyawarah dalam setiap tindakan, justru sebaliknya. Modernisasi perlahan telah mengubah karakter bangsa. Sikap individualistis semakin meraja lela. Masyarakat kita tak lagi ramah, mudah berpecah belah, dan sangat sulit mencari orang yang peduli akan nasib sesamanya yang kesusahan. Tak banyak lagi orang dengan tingkat empati yang tinggi. Bangsa kita telah terjerembab ke dalam era modernisasi. 
Saya sendiri pernah mengalami secara langsung dampak hilangnya kepedulian sosial yang tinggi itu. Ketika suatu hari saya berjalan di salah satu pasar yang ada di Palembang, dari belakang seorang pencopet dengan terang-terangan membuka tas saya dan berusaha mengambil laptop yang ada di dalamnya. Padahal aksi tersebut disaksikan oleh banyak mata. Penjual, pembeli semua menyaksikan namun hanya diam saja. Alangkah mirisnya perasaan saya waktu itu.
Pengalaman buruk saya mungkin hanyalah secuil dari banyaknya pengalaman-pengalaman buruk yang melanda masyarakat kita. Ki Supriyoko dalam tulisannya Membangun Kembali Karakter Bangsa, pernah mengutip sebuah kalimat bijak "When wealth is lost,  nothing is lost;  when health is lost,  something is lost; (but) when character is lost everything is lost". Maksudnya "Ketika kekayaan hilang, tidak ada yang hilang; ketika kesehatan hilang,ada sesuatu yang hilang; (namun) ketika karakter hilang, segalanya telah hilang. Benar adanya, jika karakter yang seharusnya melekat pada jati diri anak bangsa sudah hilang, tak tahu lagi akan jadi apa bangsa kita ini.
Kembali Pada Hakikatnya
Indonesia menghadapi krisis terbesar dalam sejarah. Lebih besar dari krisis ekonomi tahun 1998 yang pernah melanda. Bangsa kita menghadapi krisis “generasi”. Tak heran begitu banyak persoalan terkait hilangnya karakter generasi bangsa. Pemerkosaan, tawuran, korupsi, hanyalah sederet bukti penyimpangan sosial dari pudarnya karakter itu. Lebih memprihatinkan, penyimpangan sosial yang terjadi bahkan telah menjalar dalam setiap lini kehidupan.
Sebagai pihak yang bersentuhan secara langsung dengan karakter anak, bagi para orang tua dan tenaga pendidik, krisis generasi ini memang menjadi momok yang begitu menakutkan. Betapa tidak, hilangnya karakter dalam diri anak bangsa, telah nampak begitu nyata. Tawuran hanya gara-gara persoalan sepele, misalnya rebutan pacar, kalah main bola, atau hanya gara-gara tersinggung atas perkataan temannya. Anak muda begitu mudah marah dan diprovokasi. Sikap individualistis juga sudah mewabah. Sedikit anak muda yang mau membantu yang kesulitan. Penghormatan kepada sesama juga sudah hilang. Jarang sekali kita melihat seorang anak yang membantu orang tua menyeberang jalan dan mempersilahkan orang tua untuk duduk duluan di dalam bis kota seperti dulu. Anak muda sekarang sudah tidak memiliki rasa sopan dan santun.
Realita tersebut hanyalah beberapa dari sekelumit realita yang marak terjadi akhir-akhir ini. Pemerintah sendiri menyadari ancaman krisis “generasi” yang melanda negeri. Oleh karena itu, sejak tahun 2011 lalu pemerintah melalui Kemdiknas merasa perlu mengeluarkan secara tertulis 16 karakter yang wajib dikembangkan di setiap sekolah. Fokus dari program tersebut adalah pembentukan karakter anak bangsa sedari dini. Tujuannya agar kelak generasi kita yang hampir “hilang” dapat kembali pada hakikatnya. Walaupun terlambat, setidaknya program tersebut dapat membawa angin segar bagi keberlangsungan generasi kita di masa yang akan datang.  
Akhirnya, mengutip pernyataan Thomas Lickona (Sudarwanto, 2012), salah satu tanda kehancuran suatu bangsa adalah kaburnya batasan moral baik-buruk. Jikalau masyarakat kita sudah tak mampu lagi membedakan mana yang hak dan mana yang bathil; mana yang benar dan mana yang salah, maka tinggal menunggu waktu saja, bangsa kita akan menemui kehancurannya. Kita tentu tak ingin hal itu terjadi pada kita. Oleh karena itu, mulai sekarang bersama-sama kita bekerja sama mengembalikan karakter bangsa kita ke hakikatnya semula. Tak ada kata terlambat. Jika kita bersungguh-sungguh, suatu saat kelak, bangsa Indonesia akan kembali menjadi bangsa yang bermartabat. Semoga saja!

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!