Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Thursday 9 October 2014

Artikel



Di Balik Degradasi Moral Anak Bangsa:
Kemanakah Peran Orang Tua?

Oleh Alamsari, M.Pd.
(Tenaga Pendidik di SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir)


Berbagai fenomena tawuran, pemerkosaan, pergaulan bebas, sikap individualistis, dan perilaku kurang ajar pada orang yang lebih tua marak terjadi. Degradasi moral yang melanda anak bangsa telah sampai pada kondisi memprihatinkan.

Akhir-akhir ini, sering kita mendengar banyak keluhan atas tingkah laku anak muda (baca: generasi) sekarang. Banyak yang beranggapan bahwa perilaku kehidupan anak muda zaman sekarang telah mengalami degradasi moral yang sungguh memperihatinkan. Anggapan tersebut tentunya tidaklah muncul begitu saja. Maraknya berbagai fenomena dan realita yang pelaku ataupun korban utamanya adalah anak muda, seperti tawuran, pemerkosaan, pergaulan bebas, dan perilaku “kurang ajar” pada orang yang lebih tua mengindikasikan perilaku anak muda sekarang sudah sampai pada tahap kritis.

Masih segar di ingatan kita pemberitaan tentang lima murid SD di Sulsel yang melakukan pemerkosaan kepada temannya sendiri. Setelah ditelisik ternyata pemerkosaan tersebut dilatarbelakangi karena mereka sering menonton video porno. Fenomena itu sebenarnya hanyalah satu dari sekian banyak fenomena-fenomena yang marak terjadi akhir-akhir ini. Lalu pertanda apakah itu? Berbagai fenomena tersebut menunjukkan bahwa perilaku anak muda sekarang telah menyimpang dari norma-norma yang berlaku di tengah kehidupan masyarakat kita. Kesopanan dan kesantunan, tenggang rasa, gotong royong, hormat-menghormati, sudah tak lagi dijunjung. Budaya luar tampaknya telah meluluhkan nilai-nilai budaya pada diri anak muda kita. Apalagi  tanpa kontrol dan sikap yang arif dan bertanggung jawab terhadap budaya tersebut, menjadikan anak muda sekarang telah kehilangan identitas dirinya sebagai generasi dari bangsa yang beradab. Identitas yang seharusnya diwarisi dan dimiliki oleh setiap anak muda Indonesia.

Mengutip pernyataan Thomas Lickona (Sudarwanto, 2012), ada beberapa tanda degradasi moral yang sekaligus merupakan tanda kehancuran suatu bangsa. Diantara beberapa tanda tersebut, yaitu meningkatnya kekerasan pada remaja, penggunaan kata-kata yang buruk, meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, kaburnya batasan moral baik-buruk, dan rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru.
Menanggapi hal itu, banyak pihak yang saling berdebat mengenai penyebab terjadinya degradasi moral tersebut. Berbagai “tumbal” pun dimunculkan sebagai pihak yang harus bertanggung jawab. Ada yang menganggap pemerintahlah yang seharusnya bertanggung jawab. Ada pula yang menyalahkan penggiat industri kreatif karena membuat tayangan yang tidak mendidik atau pun perkembangan pesat teknologi yang berdampak buruk bagi perkembangan anak. Atau banyak pula yang menyalahkan sekolah (guru) karena telah gagal mendidik anak. Namun pernahkah bertanya pada hati nurani kita? Kalau kita mau jujur, pihak yang seharusnya paling bertanggung jawab adalah orang tua si empunya anak itu sendiri.

Kenapa orang tua? Orang tua sebagai sosok yang pertama kali hadir dalam kehidupan anak. Seiring dengan perkembangannya, orang tua juga berperan besar dalam upaya mendidik, membimbing, dan membentuk pola tingkah dan perilaku anak. Orang tualah yang seharusnya mengayomi sang anak dalam kehidupannya. Jika orang tua mampu melaksanakan fungsi dan kewajibannya dengan baik, tentunya degradasi moral anak bangsa yang terjadi saat ini tidak akan terjadi.

“Kemanakah Peran Orang Tua?”

Rasanya terlalu sering kita melihat ada anak gadis yang tanpa risih bepergian atau keluyuran ke luar dengan berpakaian yang seronok. Pakaian yang terbuka atau sengaja di buka di beberapa bagian atau pakaian yang transparan sehingga terlihat bagian tubuhnya. Memakai celana seksi, ngetat, sehingga terlihat paha dan bentuk pinggulnya. Belum lagi warna rambutnya yang berwarna-warni. Atau anak laki-laki yang rambutnya gondrong, bertato, kuku panjang seperti vampir, dan nongkrong di muka umum dengan menghisap sebatang rokok tanpa adanya rasa malu.

Realita lainnya, banyak anak muda sekarang yang pergaulannya sudah begitu bebas. Keluyuran malam-malam tanpa jelas kerjaannya apa. Berpacaran ala barat; Pegangan tangan, berciuman, pelukan, bahkan tidak sedikit yang “kumpul kebo”. Banyak gaya hidup anak muda yang sudah tidak bersahaja. Mengumbar kemewahan, kehebatan, dan egosime dan jauh dari kesederhanaan.

Tawuran hanya gara-gara persoalan sepele, misalnya rebutan pacar, kalah main bola, atau hanya gara-gara tersinggung atas perkataan temannya. Anak muda begitu mudah marah dan diprovokasi. Sikap individualistis juga sudah mewabah. Sedikit anak muda yang mau membantu yang kesulitan. Penghormatan kepada sesama sudah hilang. Jarang sekali kita melihat seorang anak yang membantu orang tua menyeberang jalan dan mempersilahkan orang tua untuk duduk duluan di dalam bis kota seperti dulu. Anak muda sekarang sudah tidak memiliki rasa sopan dan santun. Berkata kasar, berani membantah omongan orang tua, bahkan ada yang berani memukul atau membunuh orang tuanya sendiri.

Realita seperti itu terjadi karena orang tua sekarang sudah edan. Disadari atau tidak, orang tua telah melakukan pembiaran terhadap perilaku anak-anaknya. Berpakaian seksi, merokok, berpacaran, keluyuran, tidak lagi menjadi kekhawatiran bagi orang tua. Atas nama kasih dan sayang, orang tua juga cenderung mengikuti segala keinginan anak. Tidak berusaha untuk memproteksi keinginan tersebut walaupun tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan. Padahal perilaku sekecil apapun itulah yang perlahan membentuk karakter dan kepribadian anak. Dibandingkan orang tua dulu, orang tua sekarang tampaknya telah gagal mendidik anak-anaknya.

Berbagai sanggahan pun dilontarkan. Banyak yang beralasan orang tua dulu hidup pada zaman yang berbeda dengan sekarang. Sehingga tantangan dalam mendidik anak pun tidak begitu besar dibandingkan sekarang. Zaman sekarang sangat sulit untuk mendidik anak menjadi baik. Hal itu dijadikan sebagai suatu pewajaran saat perkembangan zaman, arus globalisasi menyerbu sehingga menuntut kesibukan orang tua tidak lagi memungkinkan melaksanakan tugasnya secara penuh. Orang tua yang seharusnya mengayomi anak tidak mampu lagi melaksanakan tugasnya dengan baik. Jika demikian, adalah suatu kewajaran pula berbagai perilaku menyimpang menjangkiti anak muda sekarang. Pemerkosaan, pencabulan, narkoba, tawuran, seakan menjadi hal yang lumrah.  

Berbagai alasan tersebut sah-sah saja. Namun perlu diingat, bagaimanapun situasi dan kondisinya, orang tua tetaplah harus melaksanakan fungsinya dengan baik. Orang tua tetap harus meluangkan waktunya untuk memperhatikan perkembangan anak. Sebagai orang tua, tentunya tidak ingin sesuatu terjadi pada anak-anak kita. Kita juga tidak ingin anak-anak muda yang kelak akan menjadi penerus bangsa digerus degradasi moral berkepanjangan. Jangan sampai suatu saat nanti Indonesia akan mengalami “generasi yang hilang” sehingga Indonesia hanya dipimpin oleh anak muda yang sudah menyimpang perilakunya.

Kita tentu merindukan masa seperti dulu; Saat anak-anak mudanya menjunjung tinggi norma kehidupan. Masa dimana anak-anak muda lebih mengutamakan akal dan logika berpikir dalam bersikap dan mengambil keputusan. Masa dimana banyak sekali torehan prestasi yang membanggakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya preventif sesegera mungkin, yaitu mengembalikan orang tua pada fitrahnya sebagai pengayom anak; mendidik dan membimbing anak hingga pada masa kestabilannya.

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!