Selamat Datang di www.pengingatku.blogspot.com

Wednesday 15 October 2014

Orang Indonesia Malas Membaca



Orang Indonesia Malas Membaca!


Oleh Alamsari, M.Pd.
(Tenaga Pendidik di SMPN 4 Rantau Panjang, Ogan Ilir)


Masyarakat kita amnesia. Mereka malas membaca. Bagaimana mau cerdas kalau malas membaca? Wajar saja jika Indonesia tak maju-maju sebab negara maju haruslah diawali dengan masyarakatnya yang cerdas dan berpikiran maju.

“Buku adalah gerbang ilmu sedangkan membaca adalah kuncinya” Itulah slogan yang sudah begitu sering kita dengar. Slogan yang sederhana dan begitu bermakna. Bahkan untuk memperingatinya, pada tanggal 17 Mei yang lalu, pemerintah menetapkannya sebagai hari Buku Nasional. Tujuannya tak lain adalah untuk selalu mengingatkan masyarakat tentang pentingnya membaca buku. Melalui hari buku tersebut diharapkan masyarakat kita semakin gemar membaca buku, kapanpun dan dimanapun.
Namun, kenyataannya masyarakat kita seperti amnesia. Mereka tahu bahwa buku itu sangat bermanfaat tetapi mereka sendiri malas membacanya. Data dari UNESCO tahun 2011, menyebutkan dari negara-negara di ASEAN, Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang memiliki minat membaca paling rendah, yakni 1000:1. Artinya dari seribu penduduk di Indonesia hanya satu orang saja yang memiliki minat membaca buku yang tinggi. Survey lainnya dilakukan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2006 yang menyimpulkan bahwa hanya 23,5% saja penduduk Indonesia yang menjadikan membaca sebagai sumber informasi.
Menilik pada realita tersebut tentunya sungguh sangat ironis. Mengingat baru saja kita memperingati hari Kebangkitan Nasional, nyatanya masyarakat Indonesia sekarang masih belum bangkit. Bangkit bukan dalam arti melawan penjajah untuk menghilangkan ketertindasan. Namun, bangkit untuk melawan kemiskinan dan kebodohan. Pertanyaannya, bagaimana masyarakat sekarang bisa bangkit kalau mereka sendiri malas membaca buku? Padahal buku adalah sumber ilmu. Banyak hal yang dapat kita pelajari di dalamnya. Mulai dari sejarah, peradaban, teknologi, dll. Melalui membaca buku juga akan meningkatkan pengetahuan, memperluas wawasan, dan mempertajam cakrawala berpikir kita. Jika demikian adanya, wajar saja jika negara kita selalu tak beranjak posisinya sebagai negera berkembang karena logikanya untuk menjadi negara maju tentu diawali dengan masyarakatnya yang cerdas dan berpikiran maju.
Mirisnya lagi, rendahnya minat membaca buku ternyata tidak hanya menjangkiti orang-orang dewasa saja, namun sudah menjalar sampai pada anak-anak (baca:generasi) kita. Laporan Bank Dunia menyebutkan bahwa tingkat membaca anak-anak usia kelas VI Sekolah Dasar di Indonesia hanya 51,7% saja. Jauh di bawah Filipina (52,6%), Thailand (65,1%) dan Singapura (74,0%). Apa jadinya jika anak-anak yang kelak akan menjadi generasi penerus perjuangan bangsa sudah malas membaca? Tentunya negara kita akan menetaskan generasi yang kurang cerdas, tidak kritis, dan berwawasan sempit.
Faktor Penyebab
Kurangnya minat membaca buku yang mendera masyarakat kita sebenarnya tak lepas atas beberapa faktor penyebab. faktor penyebab tersebut berhubungan dengan kultur budaya masyarakat, mahalnya harga buku, dan kurang serta terbatasnya akses terhadap buku itu sendiri.
Kita tentu masih ingat, bertahun-tahun yang lalu, sewaktu kita kecil orang tua kita memiliki kebiasaan bertutur cerita. Menjelang tidur, orang tua kita akan menceritakan satu atau beberapa kisah kepada anaknya. Sebuah tradisi yang sangat bagus. Entah disadari atau tidak, menurut hemat penulis tradisi tersebut tentu dapat memberikan efek positif terhadap upaya mendorong minat membaca di kalangan masyarakat terutama di kalangan anak-anak kita.
Tradisi menyuruh anak untuk belajar pada malam hari juga sangat baik. Setiap malam orang tua tak lupa berulang-ulang kali menyuruh dan mengingatkan anaknya untuk belajar (membaca buku). Hingga tak heran jika orang tua kita dulu berhasil mencetak generasi yang cerdas dan berwawasan luas. Namun, tradisi yang pernah dilestarikan itu kini telah hilang. Orang tua dan anak-anaknya sudah begitu tergoda dengan pesatnya kemajuan teknologi dan informasi. Kini, masyarakat kita lebih senang menonton televisi atau mendengar radio saja. Sedangkan untuk membaca buku tampaknya tidak begitu berselera.
Harga buku yang begitu mahal juga menjadi penyebab utama kenapa minat membaca masyarakat rendah. Kemampuan ekonomi masyarakat yang sebagian besar menegah ke bawah memunculkan paradigma bahwa buku bukanlah sebagai kebutuhan. Masyarakat kita masih menjadikan sandang, pangan, dan papan sebagai kebutuhan yang utama dan harus dipenuhi. Sehingga, wajar jika tak terpikirkan oleh mereka untuk sekedar membeli buku apalagi membacanya. Selama ketiga kebutuhan hidup tersebut terpenuhi, sudah cukup baginya.
Sewaktu penulis masih mengeyam pendidikan strata 1, pernah suatu ketika dosen penulis bertanya “Berapa buku yang sudah kalian miliki?” Ketika itu penulis mencoba menghitung-hitung jumlah buku yang pernah dibeli. Ternyata dalam satu tahun penulis hanya membeli sepuluh buku saja. Jumlah yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan yang seharusnya. Apa yang penulis utarakan hanyalah sekedar contoh yang mewakili begitu banyaknya masyarakat kita yang minim kesadaran membaca buku. Namun itulah realitanya. Harga buku yang mahal mau tak mau menjadikan masyarakat kita harus pikir-pikir untuk membelinya.
Sebenarnya harga buku yang mahal tersebut dapat diatasi melalui peran serta pemerintah dalam pemberian kemudahan akses terhadap buku itu sendiri. Salah satu wujudnya yakni, melalui penyediaan perpustakaan masyarakat yang lengkap dan memadai. Namun realitanya, sungguh jauh dari apa yang diharapkan. Di setiap daerah hanya memiliki satu perpustakaan saja. Bahkan ada beberapa daerah yang masih belum memiliki perpustakaan. Lokasi perpustakaan yang jauh dari pusat kota juga berimbas pada kurangnya minat masyarakat untuk datang kesana sekedar membaca-baca. Padahal perpustakaan yang baik seharusnya didirikan di lokasi yang strategis dan mudah dijangkau masyarakat.
Idealnya, di suatu daerah haruslah memiliki lebih dari satu perpustakaan dengan jumlah koleksi yang banyak, lengkap dan terbaru. Sebagai contoh, di kota Palembang hanya terdapat satu perpustakaan saja. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang lebih dari satu juta jiwa, jumlah tersebut tentu tidak akan tertampung hanya dengan satu perpustakaan. Belum lagi jumlah buku yang tersedia juga masih terbilang minim. Tentu tidak akan sebanding dengan jumlah penduduk sebanyak itu. Setidaknya butuh lima atau sepuluh perpustakaan besar dengan koleksi ratusan ribu buku untuk dapat menampung dan memenuhi kebutuhan baca masyarakat kita.
Selain perpustakaan sebenarnya pemerintah memiliki program “Mobil Pintar”. Sebuah mobil yang didesain secara khusus dan didalamnya terdapat banyak buku. Pengoperasiannya pun sederhana, Mobil Pintar akan berkeliling masuk dari kampung ke kampung untuk melayani masyarakat yang ingin membaca. Namun, tampaknya program tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Mobil Pintar yang sudah banyak menghabiskan dana hanya terbengkalai saja. Jarang sekali terlihat beroperasi masuk kampung ke kampung. Padahal, jika program tersebut terlaksana dengan baik, tentu akan sangat berimbas dalam menciptakan masyarakat yang gemar membaca di pelosok-pelosok kota/daerah yang jauh dari pusat kota.
Untuk mengatasi rendahnya minat membaca buku yang menjangkiti masyarakat kita, tentunya diperlukan kerjasama yang erat dari berbagai pihak. Orang tua, guru, dan pemerintah haruslah bersama-sama mencari solusi untuk menciptakan masyarakat yang sadar baca.  Jika kita benar-benar serius untuk memberantas malas baca di tengah masyarakat kita itu, pada akhirnya nanti, penulis yakin apa yang diharapkan akan benar-benar terwujud, yakni menjadikan Indonesia sebagai negara yang maju dan bermartabat. Semoga saja!

No comments:

Post a Comment

Jangan lupa komentarnya ya! Berkomentarlah dengan bijak dan relevan!